REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Hukum dan HAM menyatakan narapidana dan anak yang memiliki kasus terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tidak akan diusulkan pembebasan dengan asimilasi dan integrasi. Kasus yang dimaksud, yakni terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan HAM berat dan kejahatan transnasional.
"Ini hanya untuk narapidana atau anak yang tidak terkait kasus terorisme, narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan HAM berat dan kejahatan transnasional terorganisasi warga negara asing," ujar Plt Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Nugroho dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (1/4).
Untuk pengeluaran narapidana dan anak melalui asimilasi di rumah serta integrasi, baik pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas mau pun cuti bersyarat, narapidana harus memenuhi kriteria sudah menjalani dua per tiga masa pidananya sampai 31 Desember 2020. Sementara anak sudah menjalani setengah masa pidananya sampai 31 Desember 2020.
Kemudian narapidana dan anak yang memenuhi kriteria tersebut tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012 yang tidak menjalani subsider dan bukan warga negara asing. Nugroho mengatakan usulan narapidana yang mendapatkan pembebasan dilakukan melalui sistem basis data pemasyarakatan.
"Mulai hari ini kepala lapas, rutan dan LPKA dapat melaksanakan pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak," kata Nugroho.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 pada Senin (30/3). Selain mencegah penyebaran COVID-19, usulan asimilasi dan hak integrasi terhadap 30 ribu narapidana dan anak akan menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar.