REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak keberatan bila ada kepala daerah yang secara mandiri melakukan pembatasan sosial atau pembatasan lalu lintas di wilayahnya. Jokowi memaklumi bila setiap pemimpin daerah pasti ingin mengontrol dan melindungi masyarakat yang dipimpin.
Hanya saja, Jokowi tetap mengingatkan bahwa kepala daerah tidak diperbolehkan mengambil kebijakan skala besar, seperti karantina wilayah atau lockdown sekalipun. "Ada pembatasan sosial atau lalu lintas itu wajar karena daerah ingin mengontrol daerahnya. Tapi tidak dalam keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan gede, atau yang sering dipakai lockdown," jelas Presiden Jokowi usai meninjau rumah sakit darurat di Pulau Galang, Kepulauan Riau, Rabu (1/4).
Jokowi menjelaskan bahwa istilah lockdown dipakai apabila semua warga benar-benar tidak boleh keluar rumah. Kebijakan lockdown juga otomatis membuat seluruh layanan transportasi sepertu bus, kereta api, dan pesawat pun berhenti.
"Nah ini yang kita tidak ambil jalan yang itu. Kita tetap aktivitas ekonomi ada, tetapi semua masyarakat harus menjaga jarak. Jaga jarak aman yang paling penting kita sampaikan sejak awal, social physicial distancing, itu terpenting," ujar Presiden.
Presiden pun menegaskan bahwa pemerintah tetap tunduk terhadap Undang-undang (UU) dalam mengambil kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ia mengacu pada UU nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ia pun mengingatkan kembali kepada kepala daerah untuk tidak membuat kebijakan yang melenceng dari arahan pusat.
"Kalau ada UU tentang kekarantinaan kesehatan, ya itu yang dipakai. Jangan membuat acara sendiri-sendiri, sehingga tidak dalam pemerintahan tidak dalam satu garis visi yang sama," ujar Presiden.