REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Sudah hampir setahun sejak pemerintah Amerika Serikat (AS) memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam. Mereka melarang perusahaan lokal melakukan bisnis dengan perusahaan raksasa China tersebut.
Hal tesebut mengakibatkan perusahaan lisensi Android dan merusak penjualan ponsel cerdas Huawei di luar China. Perusahaan mengatakan hal tersebut sangat merugikan bisnisnya.
Seperti yang dilansir dari GSM Arena, Rabu (1/4), peningkatan pendapatan perusaahaan sebesar 19,1 persen dibanding tahun sebelumnya. Kendati demikian, presiden bisnis Eropa Barat Huawei Eropa Barat, Vincent Pang mengatakan 2019 adalah tahun penuh tantangan besar bagi perusahaan.
Tanpa Layanan Google, ponsel Huawei sangat sulit dijual di luar negeri dan resolusi konflik juga tidak terlihat. Pang menambahkan pemerintah menolak berbicara dengan perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini.
Pun ternyata bukan hanya bisnis seluler saja yang kesulitan. Bisnis perusahaan dengan server misalnya, terseret karena tidak dapat menggunakan chip Intel.
Dari sisi ponsel pintar, perusahaan ini ingin memperkuat layanan Huawei Mobile alternatifnya. Berdasarkan investigasi baru-baru ini, Huawei telah membuat kemajuan yang signifikan, namun masih ada beberapa keterbatasan.
Dengan kehilangan akses pada layanan pengembangan Android Google, ini akan selalu menjadi pukulan besar bagi para mitranya. Namun, jika Hauwei berhasil tetap relevan dan mencapai titik layanan alternatif yang dfapat diterima semua fitur GMS, mungkin semua ini akan berakhir merugikan Google juga.