Rabu 01 Apr 2020 16:55 WIB

Harga Bahan Baku Naik, Produsen Tahu Mogok Produksi

Harga kacang kedelai yang dikeluhkan naik signifikan di semua daerah di Banten.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Agus Yulianto
Pekerja menyelesaikan pembuatan tahu yang berbahan dasar kedelai di sebuah pabrik tahu.
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menyelesaikan pembuatan tahu yang berbahan dasar kedelai di sebuah pabrik tahu.

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Melemahnya mata uang rupiah karena wabah Covid-19 turut dirasakan para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Serang untuk produsen komoditas tahu. Sekitar 20 UMKM produksi tahu sudah tidak lagi beroperasi sejak Ahad (29/3) lalu, karena harga kacang kedelai yang merupakan bahan baku produksi tahu melonjak tajam.

Salah seorang Ketua Koperasi Produsen tahu di Kota Serang, Ujang Elon (54 tahun) mengatakan, aksi mogok produksi ini turut dilakukan di beberapa daerah di Banten seperti Tangerang dan Cilegon. Hal ini dilakukan lantaran harga kacang kedelai yang dikeluhkan naik signifikan di semua daerah di Banten.

"Kalau naiknya cuman Rp 500 masih bisa kita maklumin, tapi kalau sudah sampai seribu-dua ribu kita nggak bisa ambil resiko. Harga normal kedelai kan biasanya Ro 6.700 tapi sekarang sudah di angka Rp 8.500, kita serba salah kalau dikecilkan ukuran tahunya konsumen tidak mau beli, kalau disamakan tidak bisa menutup ongkos produksi," ujar Ujang Rabu (1/4).

Akibatnya, ratusan pengrajin tahu dari UMKM tersebut kini dirumahkan dan komoditas tahu di Kota Serang menjadi makanan yang sulit didapatkan. "Pengrajin tahu di UMKM itu kira-kira sekitar 100 orang lebih, sementara sudha nggak kerja dulu karena pabriknya berehenti operasi," ujarnya.

Ujang menuturkan, belum tahu kapan aksi mogok produksi ini akan berhenti dan para pelaku UMKM mulai melakukan aktivitasnya. Ia mengaku masih menunggu perkembangan harga bahan kedelai dan diskusi lanjutan bersama pelaku UMKM penghasil tahu di Kota Serang.

"Untuk empat hari ini kita sudah tidak produksi, sampai berapa lama kita berhenti masih belum tahu karena masih menunggu kesepakatan bersama pelaku UMKM yang lain. Kalau pun nanti akhirnya mulai aktivitas lagi kayaknya memang harus dinaikkan harganya," katanya.

Keputusan untuk menaikkan harga tahu disebutnya merupakan hal yang sulit, lantaran tahu sudah menjadi makanan yang dikenal murah. "Kalau naikkan harga bisa-bisa konsumen pindah ke menu makanan lain, karena tahu-tempe itu biasa dianggap murah malah jadi mahal," ujarnya.

Untuk itu, Ujang mengharap, agar ada campur tangan oemerintha untuk membantu para produsen tahu. Ia meminta ada intervensi subsidi bagi para pelaku UMKM produsen tahu agar harga komoditas ini bisa stabil.

"Nggak apa-apa lah kalau disubsidi semisal jadi Rp 7.000, harga di pasar kita masih bisa stabil makanya kita harap ada subsidi khusus pelaku UMKM. Kita juga harap ada keringanan untuk angsuran pinjaman bagi UMKM, karena kan hampir mayoritas kita dapat modal usaha dari bank, sementara kondisi sedang sulit, jadi kalau ada keringanan kita sangat terbantu," ucapnya.

Kepala Dinas Perdagangan Industri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperdaginkop dan UKM) Kota Serang, Yoyo Wicahyono membenarkan, para produsen komoditas tahu menjadi salah satu pihak yang terdampak cukup besar akibat wabah ini. Hal ini karena harga kacang kedelai yang merupakan komoditas impor cukup melonjak harganya.

"Tahu itu kan komoditas impor ya, jadi sebenarnya hampir semua barang impor sekarang di pasaran mengalami kenaikan harga. Salah satunya untuk kacang kedelai ini, jadi banyak UMKM yang sudah tutup," kata Yoyo.

Yoyo menyebut, kenaikan harga komoditas impor ini seenarnya terjadi hampir di semua produk di pasar seperti gula pasir. "Produsen tahu, UMKM yang jual kue-kue karena butuh gula pasir itu juga sudah banyak yang tutup karena memang harganya naik," ungkapnya.

Banyaknya pelaku UMKM yang menghentikan aktivitasnya di masa-masa wabah ini, katanya, bukan hanya karena harga bahan baku profuk yang tinggi. Namun, juga karena banyak masyarakat yang menekan pengeluaran. Minimnya masyarakat yang keluar rumah untuk berbelanja juga menjadi salah satu alasan kuat.

"Memang sekarang ini masyarakat sudah menekan cost belanja mereka untuk membeli barang-batang yang menjadi kebutuhan pokok. Ditambah alasan kalau sekarang kan sudah sedikit orang yang pergi ke pasar," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement