Rabu 01 Apr 2020 17:21 WIB

Pemerintah Tambah Sektor Penerima Insentif Pajak

Sektor usaha yang juga diusulkan menerima insentif pajak adalah pertanian

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah akan menambah sektor-sektor yang menerima insentif pajak, termasuk sektor pariwisata. Upaya ini dilakukan agar dunia usaha yang terdampak tren perlambatan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19) tetap bisa bertahan. Hasil akhirnya, kemungkinan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat diminimalisir.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah kini sedang mengkaji sektor-sektor yang menjadi target pemberian insentif pajak. Salah satunya adalah pariwisata dan penunjangnya yang terdampak seiring dengan kebijakan pembatasan mobilitas manusia.

Baca Juga

Pemerintah juga membuka luas kemungkinan sektor lain yang terkena dampak langsung dari Covid-19. "Di sini, kita bahas kemungkinan sektor pertanian, perkebunan dan lain-lain. Ini akan segera ditetapkan," ucap Airlangga dalam teleconference dengan media, Rabu (1/4).

Salah satu insentif yang akan diberikan pada sektor tersebut adalah fasilitas pajak ditanggung pemerintah (DTP) 100 persen pada Pajak Penghasilan (PPh) 21 untuk karyawan. Sebelumnya, dalam paket stimulus kedua, insentif ini hanya ditujukan kepada karyawan industri pengolahan yang memiliki pendapatan maksimal Rp 200 juta per tahun.

Insentif juga akan diberikan dalam bentuk pembebasan PPh 22 impor yang semula diberikan untuk 19 sektor tertentu, termasuk industri kecil dan menengah (IKM). Kemudian, Airlangga menambahkan, pengurangan PPh 25 badan sebesar 30 persen untuk 19 sektor tertentu. "Kita sedang evaluasi. Hampir seluruh sektor industri minta pemberlakuan (pengurangan) PPh 25 ini," katanya.

Diketahui, stimulus kedua yang diluncurkan pemerintah hampir sebulan lalu ini terfokus pada sektor pengolahan. Selain insentif fiskal, pemerintah juga melakukan relaksasi non fiskal, termasuk penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan (lartas) impor serta ekspor. Kebijakan stimulus ini berlaku sejak 1 April 2020.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana perluasan insentif ke sektor terdampak merupakan upaya tepat. "Ini kabar baik, karena pandemi sudah menimbulkan dampak luar biasa hampir ke semua sektor usaha," ujarnya dalam pernyataan resmi.

Yustinus berharap, perluasan diberikan untuk seluruh insentif fiskal. Mulai dari PPh 21 yang ditanggung pemerintah 100 persen, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan PPh 25 hingga restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipercepat.

Yustinus menilai, relaksasi tersebut akan sangat membantu cashflow perusahaan maupun individu yang kini sedang tertekan dengan perlambatan ekonomi akibat Covid-19. "Hal konkrit yang di depan mata kini menjadi ancaman untuk survival," tuturnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement