REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Akademi Kedokteran Malaysia mendesak pemerintah Malaysia meniadakan pasar Ramadhan. Sebaliknya, kelompok medis itu menyarankan pasar Ramadhan tradisional diubah menjadi layanan penjualan dan pengiriman daring.
“Menteri dilaporkan telah menyatakan pasar akan dimodifikasi untuk mencegah kerumunan di kios-kios,” ujar pihak medis itu seperti dilansir Malay Mail, Kamis (2/4).
Namun demikian, kelompok medis itu menilai jika pelaksanaan itu dilakukan, publik masih bisa berisiko terkena paparan Covid-19. Alhasil, saran untuk mengubah layanan pasar menjadi daring dikemukakan pada Menteri Wilayah Federal Tan Sri Annuar Musa.
Sebelumnya, Annuar sempat mengatakan kementeriannya belum memutuskan apakah akan membatalkan pasar Ramadhan atau menjalankan langsung transaksinya di tengah-tengah pandemi Covid-19. Menanggapi hal tersebut, akademi kedokteran masih menyarankan menjaga pedoman jarak sosial. Bahkan, pihak medis juga menegaskan, hingga kini kasus-kasus baru masih terdeteksi setiap harinya.
“Namun kami berpendapat jarak sosial yang memadai akan hampir mustahil untuk dicapai, mengingat popularitas dan kemacetan pasar Ramadhan. Kontak dekat pasti akan terjadi di area parkir, dalam perjalanan, dan antara pelanggan atau vendor,” katanya.
Menurut tenaga medis itu, negara secara keseluruhan telah membuat banyak pengorbanan dalam upaya untuk membendung Covid-19. Sehingga, hal ini tidak boleh disia-siakan dengan mengambil risiko yang tidak perlu.
“Perang melawan Covid-19 masih jauh dari selesai, dan kita harus terus bertekun untuk menikmati lebih banyak Ramadhan yang akan datang," kata kelompok itu.
Sejauh ini Malaysia telah mencatat sekitar 140 kasus Covid-19 baru. Alhasil hingga (1/4) kemari ada sekitar 2.767 kasus infeksi dengan 43 kematian.