Kamis 02 Apr 2020 12:28 WIB

Bulog Dinilai Perlu Berperan Jadi Off Taker Produk Pertanian

Kebijakan stimulus penanganan dampak virus corona perlu ditindaklanjuti.

Aktivitas di gudang beras Bulog Sumbar, Kamis (26/3)
Foto: Republika/Febrian Fachri
Aktivitas di gudang beras Bulog Sumbar, Kamis (26/3)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai mengoptimalkan peran Bulog dan BUMN terkait menjadi off-taker komoditas pertanian untuk menjamin ketersediaan stok pangan nasional dan menyerap produk pertanian para petani nasional. Kebijakan ini juga untuk menjaga pendapatan jutaan petani Indonesia yang saat ini mengalami kelesuan pasar akibat dampak pandemi covid-19.

''Pemerintah perlu mengoptimalkan peran Bulog dan BUMN untuk ketersediaan pangan dan menjadi off-taker produk hasil pertanian,” ungkap Staf Khusus Wakil Presiden RI, Dr Lukmanul Hakim dalam rilisnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (2/4).

Peran Bulog dan BUMN sebagai off-taker produk hasil pertanian merupakan salah satu poin penting dalam Focus Group Discussion (FGD) Online Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Ekonomi & Keuangan bersama Tim Ekonomi Kerakyatan Arus Baru Indonesia (ARBI). FGD diselenggarakan melalui webinar pada Rabu (1/4/2020) sore.  

FGD online ini mengusung tema “Strategi Efektivitas Implementasi Stimulus Ekonomi Dampak Covid-19”. Sejumlah narasumber hadir seperti Dr Lukmanul Hakim (Staf Khusus Wapres RI Bidang Ekonomi & Keuangan), Dr. Ir. Wahyu (Direktur Utama PTPN 8), Dr. Maxdeyul Sola (Sekretaris Jenderal Dewan Jagung Indonesia), Prof. Dr. Muhammad Syakir (Perhimpunan Ahli Agronomi Indonesia), Nasyith Madjidi (Praktisi Investasi & Keuangan), dan Anas Iskandar (Kepala Divisi Social Enterprise BRI). FGD dipandu oleh moderator Guntur Subagja (Asisten Stafsus Wapres Bidang Ekonomi & Keuangan).

Lebih jauh, Lukman mengatakan sektor pertanian terdampak signifikan akibat pandemi covid-19. Saat ini komoditas pertanian, seperti sayuran dan hortikultura, yang diproduksi petani serapan pasarnya rendah.

Ini karena berkurangnya bandar-bandar yang selama ini membeli produk pertanian dari petani dan mensuplai ke pasar-pasar dan industri. Akibatnya ekonomi menjadi lesu, jalur distribusi logistik terganggu, dan daya beli masyarakat menurun.

photo
Pekerja mengemas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (31/3/2020). Perum Bulog pastikan stok beras mencukupi untuk mengatasi kebutuhan lonjakan pangan dalam kondisi tidak terduga, sekaligus dalam menyambut Ramadan dan Idul Fitri - (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)

Lukman mengungkapkan perlu tindak lanjut segera atas kebijakan pemerintah mengeluarkan stimulus penanganan dampak covid-19 senilai Rp 405,1 triliun, yang sebagian diantaranya untuk pemulihan ekonomi nasional dan UMKM termasuk sektor pertanian. “Ini harus kita tindaklanjuti dan diimplementasikan secara efektif,” paparnya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengumumkan bahwa pemerintah memberikan tambahan anggaran Rp 405,1 triliun untuk penangan covid-19. Total anggaran dialokasikan Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional, dan Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat.

Cadangan Beras

Dr. Wahyu mengingkatkan perlunya ketersediaan pangan yang cukup di masa pandemi covid-19 ini. Setidaknya, memiliki cadangan cukup beras dan kebutuhan pokok lainnya untuk 3-6 bulan ke depan.

Menurut data informasi lapangan, stok beras saat ini di Bulog sekitar 1,4 juta ton. Sementara kebutuhan beras rata-rata sektiar 2,5 juta ton – 3 juta ton per bulan.

Prof Dr Muhammad Syakir menambahkan, selain cadangan beras di Bulog, saat ini stok beras di penggilingan besar sekitar 1,2 juta ton. Stok beras di pasar induk sekitar 26 ribu ton.

“Total cadangan beras saat ini diperkirakan sekitar 3,6 juta ton. Sementara konsumsi beras rata-rata per bulan sekitar 2,5 juta – 3 juta ton,” ungkap pakar pertanian Prof Dr Muhammad Syakir . 

photo
Petani Indramayu tetap melakukan panen raya padi dan jagung di tengah pandemi corona. - (Kementan)

Cadangan beras diharapkan bertambah dengan masa musim tanam bulan April 2020. Namun, menurut Wahyu, perlu diantisipasi karena panen Masa Tanam I ini hasilnya tidak begitu menggembirakan. “Diperkirakan produksi gabah turun hingga 50 persen,” tuturnya. 

Penurunan produksi padi ini akibat keterlambatan mulai menanam karena iklim dan cuaca yang kurang mendukung. Keterlambatan masa tanam tersebut berdampak pada meningkatnya hama, salah satunya tikus.

Pantauan lapangan di produksi padi petani turun dari rata-rata sekitar 5-6 ton per hektar menjadi 3-3,5 ton per hektar. Solusinya, pasca panen diharapkan masyarakat dapat melanjutkan penanam padi untuk menjaga produksi nasional, dengan meningkatkan dukungan pemerintah terkait penyediaan air, irigasi, dan pendukung lainnya.

“Ketidakseimbangan supply-demand beras terlihat juga dari harga beras di pasar saat ini yang mengalami kenaikan. Salah satu contohnya adalah di kawasan Lembang Jawa Barat, harga beras medium per liter Rp 10.000,- (Rp. 12.000 per kilogram). Harga tersebut melampaui harga ketetapan pemerintah di kisaran Rp 8.500,'' jelas Wahyu.  

Disamping beras, ungkap Muhammad Syakir, beberapa komoditas strategis yang mempengaruhi inflasi harganya sudah tinggi sejak sebelum covid-19, seperti cabai, bawang putih, bawang bombay, dan rempah-rempah diantaranya jahe, menunjukkan bahwa produksi kurang. Bahan pokok yang melonjak tajamnya juga gula pasir. Harga gula pasir di bandung yang pekan lalu mencapai Rp 27.000 per kilogram, pekan ini melonjak lagi menjadi Rp 50.000,-.

Stabilitas Pangan

Persoalan lain adalah ketersediaan daging ayam dan telur juga terpengaruh oleh suplai pakan yang diproduksi dari jagung. Padahal, dalam kondisi covid-19 ini, masyarakat perlu mengkonsumsi gizi dan protein yang cukup sehingga dapat menjaga daya tahan tubuhnya dengan baik.

“Peternakan ayam produksinya menurun, selain karena ada kebijakan pemusnahan DOC sebelumnya akibat harga ayam rendah, ditambah lagi saat ini kelangkaan pakan, karena produksi jagung berkurang,” kata Sekjen Dewan Jagung Indonesia, Dr Maxdeyul Sola.

photo
Pekerja mengemas gula pasir ke dalam plastik di pasar baru Indramayu, Jawa Barat, Kamis (12/3/2020). - (Antara/Dedhez Anggara)

Meski persedian beras terbatas, tidak merekomendasikan impor beras untuk saat jangka pendek ini. Karena berdasarkan pengalaman, proses impor juga membutuhkan waktu, realisasinya bisa 2-3 bulan kemudian. Sementara impor komoditas lainnya seperti gula pasir dan bawang bombay, dapat dipertimbangkan.

“Saat ini dibutuhkan pendataan stok pangan dari berbagai pihak untuk memperoleh data yang akurat,” kata Lukmanul Hakim, yang juga Ketua Umum ARBI.

Dr Wahyu mengatakan, untuk pengendalian dan stabilitasi ketersediaan pangan dan mendorong peningkatan produksi pertanian nasional secara berkesinambungan, sesuai amanah undang-undang, pemerintah untuk segera membentuk Badan Otoritas Pangan, yang akan menjadi regulator dan pengendali pangan nasional serta mengkoordinasikan dengan instansi-instansi terkait.

Anas Iskandar, Kepala Divisi Sosial Enterprise BRI, memaparkan program jaring pengaman sosial untuk program PHK masuk dalam program Kartu Prakerja sedang dirumuskan detilnya. 

Sementara praktisi investasi dan keuangan, Nasyith Madjidi menilai, kebijakan stimulus pemerintah harus segera ditindalanjuti dengan aksi dan program nyata. “Dampak covid-19 ini sangat cepat, sehingga perlu aksi segera dilakukan pemerintah dan berbagai pihak,” tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement