Kamis 02 Apr 2020 14:19 WIB

Membaca Seharusnya Jadi Budaya Umat Islam

Rasulullah membebaskan mereka dengan syarat mengajar baca tulis

Red: A.Syalaby
Koran Dinding Masih Diminati. Warga membaca koran dinding untuk umum di kawasan Ngasem, Yogyakarta, Jumat (21/2).
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Koran Dinding Masih Diminati. Warga membaca koran dinding untuk umum di kawasan Ngasem, Yogyakarta, Jumat (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Membaca menjadi salah satu kebiasaan yang masih perlu dibudayakan bagi masyarakat kita. Betapa tidak, minat bangsa kita untuk membaca masih amat rendah.

Studi dari Central Connecticut State University pada 2016 menyebutkan, Indonesia berada pada urutan ke-60 dari 61 negara. Bangsa ini hanya mendapat skor 0,01 persen atau satu berbanding sepuluh ribu. 

Penelitian lain dari Perpustakaan Nasional RI menyebutkan jika rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per pekan. Untuk setiap buku, kita menghabiskan waktu rata-rata 30-59 menit. Jumlah buku yang ditamatkan hanya 5-9 buku per tahun. 

Rendahnya minat membaca di Indonesia ikut menjadi bagian dari potret umat Islam. Minimnya literasi membuat rakyat mudah dibohongi. Kita kerap berpuas diri mendapatkan informasi bermuatan sensasi. Media sosial sebagai jendela informasi mutakhir saat ini kita telan mentah-mentah. Budaya Tabayun yang sebenarnya diajarkan Alquran kita tinggalkan. 

Padahal, jika berkaca pada sejarah masa lalu, kaum Muslimin amat lekat dengan peradaban membaca. Tidakkah ayat pertama yang turun kepada Rasulullah SAW berisi perintah untuk membaca?

Di dalam QS Al Alaq, Rasulullah SAW bahkan disuruh untuk membaca (konteksnya membaca dengan lisan untuk mengikuti Malaikat Jibril). Nabi SAW tiga kali didekap Jibril karena ketakutan. Jibril lantas mengungkapkan, "Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Ketahilah! Sungguh manusia benar-benar melampaui batas." (QS al-Alaq: 1-5) 

Dalam menafsirkan ayat ini, Said Quthb menjelaskan, Allah yang telah menciptakan dan mengajarkan. Dari-Nya segala sesuatu dimulai dan diciptakan. Dari-Nyalah timbul pengajaran dan ilmu pengetahuan. Manusia bisa mempelajari dan mengetahui apa yang ingin diketahuinya. 

Meski ditakdirkan untuk menjadi Ummi alias buta aksara — Nabi yang Ummi untuk membuktikan jika ayat-ayat Alquran memang otentik berasal dari Allah SWT — Rasulullah amat memperhatikan literasi bagi umat. 

Selepas memenangkan Perang Badar, kaum Muslimin berhasil menawan setidaknya 70 tawanan dari pihak Quraisy. Dari semua tawanan itu, hanya dua orang yang dibunuh karena kejahatannya sudah terlampau keji. Sisanya dibebaskan dengan tebusan harta. Pilihan lainnya, Rasulullah membebaskan mereka dengan syarat mengajar baca tulis bagi anak-anak di Madinah. 

 

sumber : Dialog Jumat
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement