Kamis 02 Apr 2020 16:39 WIB

Studi Awal Sebut Lockdown Inggris Perlambat Penyebaran Covid

Lockdown membuat rata-rata kontak per orang berkurang hingga 70 persen.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Organisasi Pemuda Muslim Inggris Bantu Warga Saat Lockdown. Relawan Organisasi pemuda Muslim terbesar di Inggris, ARYA, mengantarkan makanan.
Foto: Noor Hadi/AMYA UK
Organisasi Pemuda Muslim Inggris Bantu Warga Saat Lockdown. Relawan Organisasi pemuda Muslim terbesar di Inggris, ARYA, mengantarkan makanan.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Langkah-langkah untuk memperlambat penyebaran virus corona jenis baru (covid-19) yang diperkenalkan Pemeritah Inggris dalam beberapa waktu terakhir dinilai cukup efektif. Hal ini didasarkan pada sebuah studi awal yang menemukan bahwa jumlah kasus infeksi di negara itu mengalami penurunan.

Para ilmuwan menggunakan survei daring untuk meminta 1.300 orang di Inggris untuk membuat daftar kontak dan menemukan bahwa rata-rata jumlah kontak saat ini 70 persen lebih rendah dibanding sebelum lockdown diterapkan. Menurut John Edmunds, kepala penelitian dari London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM) mengatakan bahwa jika melihat perubahan serupa di seluruh populasi negara itu, maka epidemi jelas terlihat mulai menurun.

Baca Juga

Meski demikian, Edmunds mengingatkan bahwa temuan dari studi yang dilakukan tim peneliti masih sangat awal dan tidak boleh dilihat sebagai sebuah kesimpulan. Sebaliknya, ini harus digunakan sebagai motivasi bagi para warga Inggris untuk mengikuti instruksi pemerintah terkait penanggulangan penyebaran wabah virus corona jenis baru.

“Kita harus terus menghentikan penularan virus untuk mengurangi beban National Health Service (Layanan Kesehatan Nasional Inggris) saat ini dan hingga beberapa bulan ke depan,” ujar Edmunds pada Rabu (1/4).

Seperti banyak negara lain yang melaporkan kasus covid-19, Inggris juga memberlakukan langkah-langkah social distancing secara luas. Termasuk diantaranya melakukan penutupan seluruh pertokoan dan sekolah, serta meminta setiap orang di negara itu tinggal di rumah masing-masing, kecuali harus keluar karena keperluan yang bersifat mendesak.

Penelitian, yang diunggah di situs  LSHTM untuk Pemodelan Matematika Penyakit Menular melihat fitur kunci dari epidemi penyakit menular yang dikenal sebagai nomor reproduksi, kadang-kadang disebut R0, atau 'R sia-sia'. Ini menggambarkan jumlah orang, rata-rata, yang akan tertular penyakit dari satu orang yang terinfeksi.

Jika angka itu dapat diturunkan hingga di bawah 1,0, ini menandakan bahwa epidemi akan menurun. Dengan menggunakan perubahan dalam pola kontak, Edmunds bersama rekan-rekan dalam tim penelitian menghitung perubahan terkait jumlah reproduksi antara periode pra-lockdown dan pasca-lockdown.

Temuan bahwa jumlah rata-rata kontak per orang yang diukur  70 persen lebih rendah daripada sebelum lockdown menunjukkan bahwa nilai reproduksi R0 sekarang akan antara 0,37 dan 0,89, dengan nilai yang paling mungkin adalah 0,62. Pakar independen yang tidak terlibat langsung dalam penelitian ini mengatakan temuan studi sangat bermanfaat dan menggembirakan.

"Mengingat perataan dalam kasus-kasus baru dan bahwa kami memiliki beberapa langkah yang berlaku sekarang selama lebih dari dua minggu dan jenis lockdown selama lebih dari satu minggu, kesimpulan mereka bahwa R0 mungkin di bawah 1 dapat dipercaya," jelas Keith Neal, seorang profesor di bidang infeksi epidemiologi penyakit di Universitas Nottingham.

Jennifer Cole, seorang antropolog biologi di Royal Holloway University of London juga mengatakan bahwa penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa R0 dapat dikurangi secara signifikan. Bahkan, ketika orang-orang masih diperbolehkan keluar untuk mencari makanan dan obat-obatan yang penting dan dengan pekerja di sektor tertentu yang masih harus beroperasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement