Kamis 02 Apr 2020 18:16 WIB

Produksi Industri Makanan dan Minuman Turun Hingga 40 Persen

Meski di tengah wabah corona ini permintaan pasar cukup tinggi, ada beberapa kendala.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Aneka macam produk makanan dan minuman ditawarkan kepada pembeli di ritel swasta, Jakarta, Kamis (14/12). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan penurunan produksi industri makanan mencapai sekitar 30 sampai 40 persen.
Foto: Republika/ Wihdan
Aneka macam produk makanan dan minuman ditawarkan kepada pembeli di ritel swasta, Jakarta, Kamis (14/12). Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan penurunan produksi industri makanan mencapai sekitar 30 sampai 40 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyatakan penurunan produksi industri makanan mencapai sekitar 30 sampai 40 persen. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan Gapmmi terhadap para anggotanya. 

Meski di tengah wabah corona ini permintaan pasar cukup tinggi, ada beberapa kendala. "Karena banyak toko tutup. Ditambah sebagian masyarakat pendapatannya menurun karena adanya pembatasan," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman kepada Republika.co.id pada Kamis (2/4).

Baca Juga

Penurunan tersebut sejalan dengan data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang juga menurun. IHS Markit mengumumkan, PMI Manufaktur Indonesia menurun dari posisi 51,9 pada Februari ke level 45,3 pada Maret. Angka itu terendah sejak 2011.

Kepala Ekonom IHS Markit Bernard AW mengatakan, perusahaan manufaktur Indonesia pada survei Maret, melaporkan penurunan paling tajam dalam periode sembilan tahun. Menurutnya, itu disebabkan berbagai upaya mencegah penyebaran virus corona yang menghantam sektor ini.

"Sehingga menyebabkan penurunan tajam pada permintaan. Headline PMI turun ke posisi paling rendah dalam sembilan tahun pada titik 45,3 pada Maret, yang secara umum menggambarkan pertumbuhan GDP melambat pada kisaran tahunan 4,6 persen," jelas Bernard.

Bernard menyebutkan, kondisi permintaan melemah tajam, dengan total permintaan baru turun pada catatan terendah selama survei. Hal itu disebabkan oleh kondisi penjualan ekspor yang hampir runtuh.

Lapangan kerja pun berkurang pada kisaran yang belum terjadi selama empat setengah tahun. Sebab, pabrik ditutup sementara atau mengurangi kapasitas produksi di tengah melemahnya penjualan.

"Penghentian operasi dan banjir, juga upaya global pencegahan anti-virus, menempatkan rantai pasokan di bawah tekanan yang kuat. Waktu pengiriman dari pemasok diperpanjang pada kisaran paling lama sepanjang survei," kata Bernard.

Ia melanjutkan, survei menggarisbawahi bagaimana pandemi global telah berdampak pada perekonomian Indonesia sejauh ini. "Hanya saja, meningkatnya kemungkinan berbagai upaya yang lebih ketat berarti penurunan bisa berdampak lebih buruk pada kuartal kedua," jelas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement