REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Seorang pria Muslim India berusia 65 tahun yang meninggal beberapa jam setelah dites positif virus corona (Covid-19), Rabu (1/4), ditolak dikuburkan di tiga pemakaman. Setelah menunggu 10 jam, jenazah tersebut akhirnya dikremasi.
Jenazah Muslim itu ditolak dikuburkan di Malad, Kandivali, dan Borivali yang tak mengeluarkan izin untuk memakamkannya. Dilansir di the Indian Express, Jumat (3/4), keluarga jenazah mengatakan bahwa permohonan mereka ditolak karena ketakutan penyebaran virus.
Satu jam setelah kremasi jenazah Muslim itu, delapan anggota keluarganya yang terdiri atas istri, putra, menantu, dan dua anaknya dirawat di rumah sakit dan sedang diperiksa. Almarhum semasa hidup diketahui menderita gagal ginjal dan secara teratur mengunjungi rumah sakit di Borivali untuk cuci darah.
Dia dirawat di rumah sakit Shatabdi yang dikelola warga selama empat hari pada bulan lalu. Pada Sabtu (28/3), ketika kesehatannya menurun lagi dan mengeluh sesak napas, ia dibawa ke Rumah Sakit Trauma di Jogeshwari, tempat dokter mengambil swab untuk menguji tes Covid-19.
Lalu, pada Selasa (31/3) ia dinyatakan positif. Setelah panggilan itu, anggota keluarga mengatur ambulans sekitar tengah malam dan membawanya ke rumah sakit trauma Jogeshwari. Putranya mengatakan, ayahnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
“Setelah ayah saya dinyatakan meninggal di rumah sakit, otoritas sipil memberikan izin untuk penguburan pada pukul 04.00. Ayah saya telah tinggal di Malwani selama lebih dari 40 tahun dan kami ingin menguburkannya di Kabrastan Malad-Malwani. Namun, para wali menolak mengizinkan penguburan, mengatakan dia adalah pasien Covid-19,” kata dia.
Menurut pedoman penanganan kematian Covid-19, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengizinkan penguburan atau kremasi sambil menetapkan prosedur yang harus diikuti untuk mencegah infeksi penyebaran dari tubuh. Ritual tradisional, seperti memandikan jenazah dan shalat di masjid, tidak diperbolehkan untuk mencegah kontak dengan cairan tubuh.
Tubuh ditutupi lembaran pelindung. Liang lahat digali sedalam 2,5 meter sampai 3,5 meter, sesai yang telah ditentukan. Menurut arahan yang dikeluarkan oleh BMC untuk penguburan pasien Covid-19, tanah penguburan harus cukup besar sehingga tidak menciptakan kemungkinan penyebaran infeksi di daerah tetangga.
Sang anak kemudian menuduh Kabrastan Malwani bukanlah wilayah kecil. "Mengapa ayah saya ditolak?"
Dia mengaku telah meminta, tetapi tidak ada yang membantunya. Dia bahkan mengaku lelah memutar nomor 100 untuk menghubungi polisi. Namun, bahkan polisi tidak bisa meyakinkan wali amanat.
Keluarga kemudian memutuskan membawa tubuh ayahnya ke Kandivali, tetapi juga tidak diberi izin. Dari sana, dia pergi ke Daulat Nagar di Borivali (Timur).
Namun, nyatanya pekerja sosial yang hadir bersama keluarga meminta krematorium terdekat untuk mengkremasi jenazah. “Sudah lebih dari lima jam sejak saya meninggalkan rumah sakit dengan tubuh ayah saya. Saya lelah dan tidak punya pilihan," kata dia.
Menyusul penolakan terhadap penguburan ayahnya, Shakeel mengatakan kepada the Indian Express melalui telepon dari ranjang rumah sakit, “Berdoalah untuk keluarga saya. Mereka seharusnya tidak dirugikan,” ujarnya.
Setelah melalui banyak usaha, pada akhirnya jenazah Muslim itu dikremasi pukul 10.00 pada Rabu. Menteri Wali Kota Mumbai dan legislator Malad Aslam Shaikh mengatakan, pemakaman jenazah Covid-19 harus disesuaikan dengan pedoman yang diberikan pemerintah.
“Sesuai pedoman pemerintah, korban Covid-19 Muslim harus dimakamkan di pemakaman yang paling dekat dengan tempat di mana pasien meninggal dan tidak boleh di dekat daerah perumahan. Namun, dalam kasus ini, keluarga almarhum membawa jenazahnya langsung ke Kabrastan Malad-Malwani tanpa memberi tahu siapa pun, termasuk wali kuburan, dan kemudian menuntut pemakaman. Menyedihkan apa yang terjadi, tetapi ini adalah hasil dari kebingungan," ujarnya.