Jumat 03 Apr 2020 17:47 WIB

Ahli: Alat Tes Cepat tak Bisa Jadi Tolok Ukur Corona

Tes cepat lebih kepada pemeriksaan antibodi bukan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah warga mengikuti tes cepat (rapid test) COVID-19 di Puskesmas Senapelan, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (2/4/2020). Seluruh Puskesmas di Pekanbaru menggelar rapid test serentak yang diprioritaskan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP), karena jumlah jumlah ODP di Provinsi Riau meningkat drastis hingga lebih dari 20
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah warga mengikuti tes cepat (rapid test) COVID-19 di Puskesmas Senapelan, Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (2/4/2020). Seluruh Puskesmas di Pekanbaru menggelar rapid test serentak yang diprioritaskan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP), karena jumlah jumlah ODP di Provinsi Riau meningkat drastis hingga lebih dari 20

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Defriman Djafri Ph.D mengatakan rapid test atau tes cepat tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk memastikan seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak.

"Karena dasarnya tidak rekomendasi dari WHO. Itu harus hati-hati betul," kata Defriman saat dihubungi di Jakarta, Jumat (3/4).

Ia menjelaskan tes cepat itu lebih kepada pemeriksaan antibodi saja bukan Polymerase Chain Reaction (PCR), sehingga dikhawatirkan setelah orang melakukan rapid test dan hasilnya negatif mereka merasa sudah aman padahal belum tentu.

"Itu banyak terjadi. Di Bogor ada laporan seperti itu ketika hasilnya negatif tapi pas PCR dia positif," ujarnya.