REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi penundaan pelaksanaan tahapan Pilkada 2020. Namun, Komnas HAM memberikan enam hal yang harus diperhatikan pelaksana pemilu dan pihak terkait.
"Komnas HAM mengapresiasi penundaan pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 oleh KPU, Bawaslu, DKPP, dan DPR dengan catatan," ungkap Komisioner Komnas HAM, Amiruddin, melalui keterangan pers, Jumat (3/4).
Catatan pertama, Komnas HAM mendorong agar legalitas atau instrumen hukum yang menjadi dasar penundaan pemilihan kepala daerah dibentuk. Itu bisa dilakukan melalui dua alternatif, yakni merevisi peraturan perundang-undangannya atau melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Kemudian, pemerintah harus menjamin kepastian terlaksananya tahapan pemilu lanjutan, termasuk regulasi, dan anggaran. Itu karena pada prinsipnya pilkada adalah perwujudan kedaulatan rakyat dan HAM berupa hak turut serta dalam pemerintahan yang diwujudkan sebagai hak dipilih dan hak untuk memilih.
"Ketiga, kepada penyelenggara pemilu, untuk memastikan penundaan dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah adanya kepastian situasi sudah benar-benar terkendali," ujarnya.
Catatan berikutnya, yakni penyelenggara pemilu wajib menjamin adanya perlindungan hak untuk dipilih terhadap calon dari jalur perseorangan yang telah mengikuti tahapan penyerahan dukungan. Hal itu perlu dilakukan dengan memastikan jaminan perlakuan yang sama dengan calon yang diusulkan oleh partai politik, terutama dari segi waktu yang diberikan.
Poin kelima, yakni jaminan perlindungan kesehatan bagi seluruh penyelenggara pemilu perlu dipastikan dengan menyiapkan protokol kesehatan yang memadai. Itu perlu dilakukan agar kasus Pemilu Serentak 2019 yang menimpa petugas kepemiluan tidak terulang kembali.
"Keenam, memastikan pemilih yang telah terdaftar dan warga negara potensial memenuhi syarat sebagai pemilih serta kelompok rentan dapat menggunakan hak pilihnya walaupun tahapan pilkada mengalami penundaan," ujarnya.