Jumat 03 Apr 2020 23:32 WIB

KPK Ingatkan PBJ untuk Corona Perhatikan Pencegahan Korupsi

Ketua KPK ingatkan PBJ untuk corona tetap perhatikan aspek pencegahan korupsi

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (kiri)
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengimbau pihak pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ) untuk mempercepat penanganan wabah virus corona (Covid-19) tetap memperhatikan pencegahan tindak pidana korupsi. Pelaksanaan PBJ harus transparan, efektif, akuntabel dan tetap berpegang pada konsep harga terbaik.

"PBJ tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk aturan yang secara khusus yang dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) tentang pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa untuk penanganan COVID-19," kata Firli dalam keterangan tertulis, Jumat (3/4).

Baca Juga

Firli melanjutkan, KPK juga mendorong kertelibatan aktif Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melakukan pengawalan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ serta berkonsultasi dengan LKPP. Ia mengingatkan, berdasarkan Pasal 4 Perpres No. 16/ 2018 prinsip PBJ dalam kondisi darurat harus transparan, efektif, dan akuntabel, dengan tetap berpegang pada konsep harga terbaik (value for money).

"Bahwa salah satu tujuan BPJ dalam ketentuan itu adalah menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi dan penyedia," ujarnya.

Firli menambahkan, prinsip transparan dan akuntabel harus dijalankan dengan mendokumentasikan dan membuka setiap tahapan pengadaan dalam rangka mencari harga terbaik. "KPK mengingatkan agar seluruh tahapan pelaksanaan PBJ, selalu menghindari perbuatan-perbuatan yang dikategorikan tindak pidana korupsi," katanya.

Adapun mengenai jenis tindak pidana korupsi termasuk, kata dia, pertama, tidak melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa. Kedua, tidak memperoleh kickback dari penyedia. Ketiga, tidak mengandung unsur penyuapan. Keempat, tidak mengandung unsur gratifikasi.

"Kelima, tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan. Keenam, tidak mengandung unsur kecurangan dan/atau maladministrasi. Ketujuh, tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat yang merugikan negara. Kedelapan, tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi," jelasnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement