REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi umat Islam, berbuka puasa dengan kurma bukanlah sekadar tradisi, namun anjuran Nabi Muhammad SAW. "Barangsiapa yang mempunyai kurma ketika puasa, hendaklah berbuka dengan kurma."
Sementara dilihat dari ilmu gizi, kurma memang sangat dianjurkan untuk berbuka puasa. Menurut ahli gizi IPB Hardinsyah, kurma mengandung zat gizi yang nyaris lengkap dengan komposisi yang seimbang, meskipun dalam jumlah yang serba sedikit.
Kebiasaan Nabi mengonsumsi kurma segar dan kurma tidak segar (kering) saat berbuka memberikan manfaat yang optimal. Direktur Klinik Konsultasi Gizi dan Klub Diet IPB ini mengatakan, kurma segar mengandung kadar air dan vitamin yang lebih banyak, tetapi rendah kandungan energi siap pakainya.
Sementara kurma yang tidak segar tinggi akan kandungan energi siap pakai, namun kandungan air dan beberapa vitamin lebih rendah, bahkan kandungan vitamin C-nya hilang. Makan buah kurma ketika berbuka, bermanfaat untuk pemulihan energi tubuh setelah seharian berpuasa. Ini karena dalam kurma terkandung fruktosa dan glukosa sejenis karbohidrat sederhana yang tinggi.
Fruktosa dan glukosa ini merupakan energi siap pakai (instan) bagi tubuh. Artinya, dalam beberapa menit setelah makan kurma, tubuh akan segera memperoleh energi dari fruktosa dan glukosa yang dikandungnya.
Di samping itu, kurma juga mengandung hampir semua vitamin dan mineral yang cenderung meningkatkan kebasaan lambung yang terlalu asam karena seharian tidak memperoleh makan dan minum. Vitamin dan mineral ini juga penting untuk meningkatkan efisiensi pencernaan dan penggunaan (metabolisme) makanan yang masuk ke dalam lambung.
Menurut Hardinsyah, kurma tidak mengandung kolesterol tapi mengandung lemak. Namun demikian, kandungan lemaknya sedikit dan sebagian besar adalah lemak baik (lemak tidak jenuh) yang bermanfaat bagi kesehatan.