REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Arsul Sani menyoroti ketidaksinkronan pemerintah dalam menyampaikan informasi di tengah pandemi virus corona baru atau Covid-19. Pemerintah kerap menyampaikan informasi berbeda-beda bahkan saling meralat satu sama lain.
Ia menilai komunikasi publik pejabat-pejabat di rumpun eksekutif atau pemerintahan kerap bertabrakan satu sama lain. "Berjalan sendiri-sendiri sesuai apa yang ada dalam pikirannya masing-masing dan hal ini terjadi serta dipertontonkan via berbagai media berkali-kali," ujar dia, Sabtu (4/4).
Bahkan, Arsul Sani mencatat sejumlah kontradiktif dalam komunikasi publik di jajaran pemerintahan mulai dari isu atau kasus lokal sampai nasional. Kasus lokal misalnya soal kedatangan tenaga kerja asing (TKA) asal Cina di Kendari, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu.
Saat itu, Kapolda Sultra, Ditjen Imigrasi, Stafsus Menaker dan Menko Maritim & Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberikan keterangan yang tidak sinkron satu sama lain.
Kemudian, Ia juga menyoroti informasi terkait terkait laramgan mudik. Informasi ini disampaikan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman yang menyampaikan masyarakat boleh mudik di tengah pandemi asalkan isolasi diri. Keterangan ini kemudian diralat oleh Sekretariat Negara.
Berikutnya, ketidaksinkronan juga terjadi skal asimilasi atau pembebasan bersyarat narapidana kasus korupsi. Menkumham Yasonna Laoly yang ingin membebaskan napi termasuk napi korupsi.
Yasonna merespons sorotan anggota Komisi III DPR tentang potensi terjadinya diskriminasi terhadap napi tertentu jika asimilasi napi dimaksud tidak mencakup napi kasus korupsi.
Namun, Stafsus Presiden Dini Purwono justru menyampaikan keterangan yang bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Menkumham terkait PP Nomor 99 Tahun 2012. Ia menyebut napi koruptor seharusnya tak dibebaskan.
Arsul menyebut, daftar informasi kontradiktif yang disampaikan pemerintah tak berhenti di contoh-contoh tersebut. "Daftarnya panjang kalau soal kontradiksinya pernyataan pejabat-pejabat Pemerintahan ini mau dikemukakan," ujarnya.
Para pejabat pemerintahan seperti sedang mempertontotankan kepada publik tentang tidak adanya kordinasi dan standar komunikasi publik di lingkungan pemerintahan.
Menurut Arsul, ruang komunikasi publik pemerintahan seperti ini memprihatinkan dan harus dibenahi ke depan untuk menjaga kewibawaan pemerintahan. Arsul meminta agar para pejabat pemerintahan mencontoh Singapura.
Dia melihat mulai Perdana Menteri Hsien Loong (BG Lee), para menterinya hingga pejabat teknisnya bicara dalam satu irama yang tidak saling tabrakan, khususnya dalam situasi sulit akibat pandemi Covid-19 ini. Lee sebagai pemimpin pemerintahan bicara hal-hal yang terkait dengan kebijakan umum pemerintahannya.
Kemudian, penjabaran lebih lanjut disampaikan menteri dan soal-soal teknis disampaikan oleh pejabat di bawah menteri. "Sementara di kita soal sejumlah TKA China mendarat di Kendari saja kok yang bicara Menko Maritim dan Investasi, LBP," ujar Arsul.
Ia menilai, jika Jokowi tidak membenahi serius komunikasi publik jajaran pemerintahan maka tingkat kepercayaan masyarakat semakin turun.