REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedua: Hukum menyebarkan rumor atau informasi tanpa verifikasi terlebih dahulu, terutama pada saat epidemi.
Menyebarkan dan mempromosikan berita-berita bohong adalah perbuatan tercela dalam pandangan Islam. Itu adalah tindakan yang tidak bermoral. Di situ terkandung kejahatan berbohong, menciptakan instabilitas di tengah masyarakat, membuat mereka ragu untuk mendukung pemerintah yang menjadi garda depan kekuatan masyarakat mana pun dalam menghadapi wabah ini.
Alquran telah mengingatkan bahaya orang-orang semacam ini. Mereka dipersamakan dengan orang-orang munafik dan yang hatinya sakit. Alquran mengancam mereka dengan kehancuran, “Sungguh, jika orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong (al-murjifûn) di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan engkau (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak lagi menjadi tetanggamu (di Madinah) kecuali sebentar” (QS. Al-Ahzab/33: 60).
Kata al-murjifûn pada ayat di atas dalam bahasa modern adalah para buzzer berita-berita hoaks. Agama memerintahkan untuk menjaga lisan dan memverifikasi berita serta mempertimbangkan bahaya yang ditimbulkannya sebelum disebarluaskan kepada masyarakat.
Allah berfirman: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui (QS. Al-Hujurat/49: 1). Pada ayat ini terdapat perintah Allah yang sangat tegas agar memverifikasi dan mengecek kebenaran sebuah berita ketika mendengarnya, sehingga ketergesaan dalam menilai sebelum tabayun tidak berakibat penyesalan di saat nasi telah menjadi bubur.
Menyebarkan berita tanpa verifikasi terlebih dahulu, menurut Alquran, adalah perilaku orang-orang munafik. Tentang mereka Allah berfirman: “Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya.(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu). (QS. An-Nisa'/4: 83). Ayat ini menyangkal dengan tegas siapa pun yang berinisiatif menyebarluaskan berita sebelum diverifikasi kebenarannya.
Dari teks-teks Alquran yang sangat eksplisit ini dapat disimpulkan bahwa siapa pun yang mendengar ucapan tidak boleh menyebarluaskannya kecuali setelah memastikan kebenaran informasi tersebut dan kebenaran sumbernya. Ini jika berita tersebut benar dan tidak menyebabkan kerugian pada individu atau masyarakat. Adapun jika beritanya salah atau benar, tetapi isinya membahayakan individu atau masyarakat jika disebarluaskan, maka hukumnya tidak boleh disebarluaskan atau dijadikan bahan pembicaraan.
Adalah sebuah kewajiban dalam keadaan seperti dialami banyak negara saat ini untuk menyerahkan masalah pelaporan hal-hal yang terkait wabah ini kepada otoritas yang kompeten dan bertanggung jawab. Inilah lembaga yang dipercaya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada masyarakat dalam situasi semacam ini. Tidak sepatutnya seorang Muslim maupun non-Muslim untuk menebar ketakutan atau kepanikan di tengah masyarakat dalam hal apa pun.