REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama terkemuka abad pertengahan, al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani (1372- 1449) menuli kitab berjudul Badzlu al Maun Fi Fadhli al Thaun yang membahas tentang wabah penyakit thaun. Akademisi UIN Syarif Hidayatullah yang juga filolog Prof Oman Fathurahman menjelaskan, salah satu yang dibahas dalam kitab itu adalah tentang sampai kapan durasi wabah penyakit tersebut.
Menurut Kang Oman, sapaan Prof Oman, pertanyaan ini dapat dicari reka-reka jawabannya dalam kitab Badzlu. Dikatakan rekaan, sebab kita pun mesti memperhatikan konteks zaman tempat Ibnu Hajar al-Asqalani. "Artinya, wabah yang dicatat olehnya belum dapat digeneralisasi untuk zaman setelahnya," kata Kang Oman dalam pengajian Ngariksa, Jumat (27/3) lalu.
Dalam karyanya itu, al-Asqalani menulis, wabah yang terjadi di berbagai negeri kaum Muslimin biasanya terjadi pada pertengahan musim bunga (semi) setelah keluar dari musim dingin, dan akan berakhir pada awal musim panas. Perinciannya, wabah thaun yang dicatat al-Asqalani berlangsung sejak akhir Rabiul Awal. Sebarannya dirasakan mulai berkurang pada akhir Rajab. Ketika masuk bulan Sya'ban, masyarakat yang terdampak thaun semakin berkurang lagi.
Menurut Kang Oman, ikhtiar ulama tersebut dalam mencantumkan (perkiraan) durasi wabah bukan dalam kapasitas memastikan. Bagaimanapun, setiap peristiwa merupakan ketetapan Allah Ta'ala. Wabah hendaknya menjadi momen untuk manusia merenungi penciptaan dan tanggung jawab dirinya di dunia.
Bagi kaum Muslimin, wabah penyakit sudah sepantasnya menjadi pengingat, bahwa selalu ada kesempatan taubat nasuha, memohon ampunan kepada Allah SWT. Hal ini bisa diterapkan dengan memperbanyak ibadah, zikir, dan munajat. Tentu saja, usahausaha juga dilakukan. Al-Asqalani sendiri menegaskan, pentingnya menjauhi kerumunan kala wabah berlang sung.
"Jadi, ini satu karya yang bagi saya ada nilai spiritual, nilai empati yang luar biasa tinggi, kata Kang Oman mengomentari kitab Badzlu," kata Kang Oman.
Sejauh yang diteliti para ahli filologi, ada empat salinan manuskrip kitab Badzlu al Maun Fi Fadhli al Thaun di seluruh dunia. Di antaranya terdapat di Istanbul (Turki) dan Damaskus (Suriah).
Menurut Kang Oman, sebagai bahan perbandingan, di Nusantara sendiri juga ada manuskrip yang membahas tentang thaun di beberapa wilayah. Akan tetapi, ia mengaku belum pernah mendengar tentang keberadaan manuskrip yang ditulis al-Asqalani tersebut di Indonesia. "Keberadaan manuskrip itu di Nusantara sangat penting untuk melihat transmisi ilmu atau pengaruh al-Asqalani terhadap masyarakat kita," ujarnya.