REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di dalam kitab Badzlu al Maun Fi Fadhli al Thaun, Ibnu Hajar al Asqalani juga menjelaskan tentang status orang yang meninggal karena wabah. Menurut dia, status orang Islam tersebut adalah syahid.
Bagi sang ahli hadits itu, predikat syahid tidak hanya berarti gugur saat berperang di jalan Allah, tetapi juga Muslim yang menjadi korban tha'un. Seperti hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang mati syahid ada lima macam.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, orang yang mati syahid ada lima macam, yaitu orang yang terkena thaun, orang yang mati karena sakit perut, korban tenggelam, korban yang tertiban reruntuhan, dan orang syahid di jalan Allah (HR Bukhari-Muslim).
Al-Asqalani menjelaskan, meskipun korban tha'un meninggal dalam keadaan syahid, jenazahnya tetap harus dimandikan, dikafani, dan dishalatkan. Artinya, perlakuan terhadapnya sama saja seperti orang wafat biasa (dalam kondisi negeri damai). Berbeda dengan pengurusan jenazah orang yang mati syahid dalam peperangan. Tentu saja, semua prosesi tersebut mesti memperhatikan aspek kesehatan.
"Jadi sebetulnya di dalam kitab ini dijelaskan, meskipun disamakan dengan yang mati syahid dalam peperangan, tetap harus dimandikan, dikafani, dan dishalatkan, tetapi tentu dengan protokol kesehatan, kata Kang Omanpanggilan akrab filolog Prof Oman Fathurrahmandalam pengajian Ngariksa, Jumat (27/3) lalu.
Ya, alim ulama dari abad pertengahan itu sudah mewanti-wanti umat agar mengikuti ketentuan ahli medis. Di antara saran yang dikutip al- Asqalani dalam kitabnya itu adalah, orang dalam situasi wabah hendaknya selalu membuang makanan sisa yang basah. Kemudian, jaga pola makan harian, rutin berolahraga, serta jangan lama-lama berada di tempat buang air. Kualitas dan sirkulasi udara di rumah juga mesti bersih.
Maka dari itu, Kang Oman amat menyayangkan bila saat ini justru muncul narasi-narasi yang membenturkan saran medis dan ajaran agama. Padahal, para alim ulama Islam sudah menegaskan pentingnya pertimbangan sesuai ahli di bidangnya, yakni kesehatan, saat menghadapi wabah. Orang yang menggaungkan narasi demikian biasanya beranggapan, wabah adalah takdir Tuhan sehingga tidak usah takut.
Kalau Tuhan menakdirkan orang belum meninggal, maka virus sekalipun tak akan membuatnya meninggal. Sepintas narasi itu terdengar benar. Namun, cara pandang tersebut biasanya menjauhkan kita dari sikap waspada.
Jadi, jangan dihadap-hadapkan dengan narasi agama, ucapnya. Selain itu, lanjut Kang Oman, al- Asqalani sendiri menekankan pentingnya terapi spiritual dalam menghadapi tha'un. Di antaranya adalah, setiap Muslim hendaknya betul-betul menjauhi perbuatan aniaya dan zalim saat terjadi wabah.
Di akhir kitabnya itu, al-Asqalani menyampaikan tiga hal tentang tips spiritual dalam menghadapi tha'un. Pertama, selalu meminta perlindungan dan kesehatan kepada Allah. Kedua, bersabar. Terakhir, selalu berbaik sangka atas takdir Ilahi.