Ahad 05 Apr 2020 22:47 WIB

Kewajiban Muslimah Setelah Menikah

Menikah terhitung sebagai ibadah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Kewajiban Muslimah Setelah Menikah. Foto: Ilustrasi Pernikahan
Foto: Republika/ Wihdan
Kewajiban Muslimah Setelah Menikah. Foto: Ilustrasi Pernikahan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menikah merupakan hal yang terhitung sebagai bagian dari ibadah bagi setiap umat muslim. Dengan menikah, seorang umat dianggap telah melengkapi separuh dari agamanya.

Ada banyak hal yang dapat dihindari dengan menikah, seperti perilaku yang mengandung maksiat dan perbuatan haram, zina. Pernikahan dianggap penuh berkah jika ditujukan kepada Allah dan diniati untuk ibadah.

Baca Juga

Agar suatu hubungan pernikahan dapat berjalan lancar dan penuh berkah, tiap individu harus paham dengan kewajiban-kewajibannya dalam berkeluarga. Termasuk untuk muslimah yang sudah menikah, ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan.

Menurut Alquran dan hadits, istri yang shalehah adalah ia yang mengikuti perkataan suami. Suami merupakan imam dan pemimpin bagi wanita yang telah menikah.

Dalam surat An-Nisaa ayat 34, Allah bersabda, "Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) alas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang solehah ialah mereka yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada menurut apa yang Allah kehendaki."

Tentunya yang harus diikuti adalah aturan ataupun nasihat yang berhubungan dan tidak melenceng dari apa yang sudah diajarkan dan diperintahkan oleh Allah SWT. Mengikuti apa yang disampaikan suami bukan semata-mata karena suami, namun karena memang disebutkan pula oleh Allah.

Kewajiban kedua yaitu istri wajib bersikap taat pada suami. Sama seperti kewajiban sebelumnya, ketaatan ini hadir atas dasar karena Allah SWT.

Dalam ayat yang sama, Allah bersabda, "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Maha-besar."

Ketaatan seorang istri pada suaminya disebut setara nilainya dengan jihad kaum lelaki. Hal ini dikisahkan ketika ada seorang perempuan yang datang kehadapan Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah SAW, saya mewakili kaum wanita untuk menghadap tuan (untuk menanyakan tentang sesuatu). Berperang itu diwajibkan oleh Allah hanya untuk kaum laki-laki, jika mereka terkena luka, mereka mendapat pahala dan kalau terbunuh, maka mereka adalah tetap hidup di sisi Allah. lagi dicukupkan rezekinya (dengan buah-buahan Surga). Dan kami kaum perempuan selalu melakukan kewajiban terhadap mereka (yaitu melayani mereka dan membantu keperluan mereka) lalu apakah kami boleh ikut memperoleh pahala berperang itu?"

Mendengar itu, Rasul pun bersabda, "Sampaikanlah kepada perempuan-perempuan yang kamu jumpai bahwa taat kepada suami dengan penuh kesadaran maka pahalanya seimbang dengan pahala perang membela agama Allah. Tetapi sedikit sekali dari kamu sekalian yang menjalankannya."

Usai menikah, muslimah juga harus tetap menjaga auratnya. Ia tidak boleh memperlihatkan aurat bahkan memiliki niatan mengundang atau memancing pada laki-laki yang bukan suaminya. Menjaga aurat berarti menghormati dirinya sendiri.

Dalam surat An-Nuur ayat 31, Allah bersabda, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita."

Dalam sebuah hadis, dijelaskan wanita tidak boleh menganiaya suaminya dengan pekerjaan yang membenaninya dan membuatnya sakit hati. Tugas seorang suami adalah menafkahi keluarga, nemun sebagai seorang istri harus dapat memahami kemampuan suaminya agar kelancaran juga meyertai keluarganya.

Nabi Muhammad SAW dalam Al-hadts disebut pernah bersabda, "Barang siapa (isteri) menganiaya suaminya dan memberi beban pekerjaan yang tidak pantas menjadi bebannya (yakni suami) dan menyakitkan hatinya, maka para Malaikat juru pemberi Rahmat (Malaikat Rahmat) dan Malaikat juru siksa (malaikat azab) melaknatinya (yakni isteri). Barang siapa (isteri) yang bersabar terhadap perbuatan suaminya yang menyakitkan, maka Allah akan memberinya seperti pahala yang diberikan Allah pada Asiyah dan Maryam Binti Imran."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement