Senin 06 Apr 2020 00:03 WIB

Ini Mengapa PSBB Per Wilayah Kurang Efektif Menurut IDI

Idealinya PSBB dilakukan secara serentak sehingga efektif mencegah penularan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana depan pintu masuk Kampung Pucang Sewu yang melakukan karantina wilayah, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (5/4/2020). Karantina wilayah tersebut dilakukan oleh warga di kampung itu guna mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)
Foto: ANTARA/Zabur Karuru
Suasana depan pintu masuk Kampung Pucang Sewu yang melakukan karantina wilayah, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (5/4/2020). Karantina wilayah tersebut dilakukan oleh warga di kampung itu guna mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jendral Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (Sekjen PB IDI), dokter Moh Adib Khumaidi, SpOT, menyebut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) idealnya dilakukan secara serentak.

Adib menyebut tujuan dari PSBB adalah untuk memutus mata rantai penularan dan membuat masyarakat tidak banyak melakukan kontak dengan yang lain. Namun, jika dilaksanakan dalam rentang waktu berbeda, efeknya tidak bisa maksimal.

Baca Juga

"Saat ini PSBB dilaksanakan per-wilayah. Misalnya, Jakarta melakukan PSBB, tapi sekitarnya tidak ada. Nah di lingkungan sekitar, di mana ada kontak dan penyebaran virus, itu akan sulit, " ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (5/4).

Status PSBB yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 9 tahun 2020 disebut dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Meski demikian, durasi ini bisa diperpanjang melihat situasi dan kondisi penyebaran Covid-19.

Adib melanjutkan, ketika status PSBB suatu wilayah selesai, dan terjadi pergerakan masyarakat dari luar ke wilayah tersebut, penyebaran virus yang awal terputus bisa berlanjut kembali.

"Idealnya PSBB ini dilakukan terpusat, serentak. Satu kurun waktu yang sama di seluruh Indonesia. Untuk melaksanakan ini, memang harus ada persiapannya. Dan ini disiapkan secara nasional oleh semua wilayah," ujarnya.

PSBB yang dibuat perwilayah atau secara regional, disebut memerlukan pemetaan pergerakan masyarakat yang akurat. Harus diperhatikan pula bagaimana kondisi di sekitaran wilayah tersebut.

Menurut Adib, keputusan pembatasan sosial ini harus segera dikeluarkan.

Parameter atau indikator yang digunakan untuk menentukan PSBB harus objektif dan jelas. Untuk hal ini, wilayah juga harus disosialisasikan terlebih dahulu.

"Kita melihat ini sebagai kepentingan masyarakat, bukan kepentingan politik. Aspek kesehatan masyarakat harus kita dahulukan," ujarnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan PSBB tak sepenuhnya membatasi seluruh kegiatan masyarakat. Hanya aktivitas tertentu saja di wilayah terduga terinfeksi Covid-19.

Sekretaris Jenderal Kemenkes, Oscar Primadi menyebut, masyarakat masih dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari, namun kegiatan tertentu dibatasi.

"PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk di dalam suatu wilayah yang diduga ada infeksi COVID-19 guna mencegah kemungkinan penyebaran," kata Sekjen Kemenkes di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta.

Pembatasan meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan keamanan.

PSBB sejatinya berbeda dengan karantina wilayah (lockdown), di mana masyarakat tidak diperkenankan untuk beraktivitas di luar rumah. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement