Senin 06 Apr 2020 05:05 WIB

Anggota Dewan: Permenkes Birokratis, Virusnya Menyebar Cepat

Ada tahapan cukup panjang bagi daerah untuk bisa ditetapkan sebagai PSBB.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Teguh Firmansyah
Warga beraktivitas di Jalan Rungkut Menanggal, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (5/4/2020). Warga setempat menutup jalan penghubung Kota Surabaya-Sidoarjo itu untuk memutus penyebaran Virus Corona (COVID-19).
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Warga beraktivitas di Jalan Rungkut Menanggal, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (5/4/2020). Warga setempat menutup jalan penghubung Kota Surabaya-Sidoarjo itu untuk memutus penyebaran Virus Corona (COVID-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay menilai Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tidak efektif dalam mengatur kerja besar perang melawan Covid-19. Ia berpendapat isi di dalamnya tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang ada di peraturan pemerintah.

"Yang baru hanya mendetailkan prosedur pengajuan PSBB oleh kepala daerah," kata Saleh dihubungi Republika.co.id, Ahad (5/4).

Baca Juga

Ia juga mengatakan, tidak ada aturan yang lebih progresif dalam Permenkes tersebut dalam menunjang tugas penanggulangan Covid-19. Isi Permeneks tersebut lebih kepada peneguhan peran Menteri Kesehatan dalam penentuan PSBB.

Selain itu, politisi PAN ini mengatakan ada aturan prosedur dan birokrasi penetapan PSBB yang lebih spesifik. Namun, peraturan tersebut dikhawatirkan justru akan menghambat proses penanganan Covid-19 di Indonesia.

"Sepintas, prosedur birokratif seperti itu sangat baik. Tetapi, karena panjangnya alur birokrasi, dikhawatirkan akan memperlambat tugas dalam penanganan Covid-19. Sementara, sebagaimana kita ketahui, penyebaran virus ini berlangsung cukup cepat. Tidak menunggu proses birkorasi dan hasil kajian seperti yang diurai Permenkes," kata Saleh menjelaskan.

Ia mencontohkan sisi birokratis, yakni penetapan PSBB pada bagian ketiga Permenkes harus melalui tahapan yang panjang. Di dalam penetapan itu, menteri harus membentuk tim melakukan kajian epidemologis, kajian terhadap aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, agama, pertahanan dan keamanan.

Pelaksanaan kajian tersebut juga harus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Belum selesai di situ, lanjut Saleh, tim kajian ditugaskan untuk memberikan rekomendasi kepada menteri.

Menurut Saleh, prosedur penetapan PSBB akan jauh lebih mudah jika diajukan oleh gugus tugas. Tidak seperti kepala daerah, pengajuan oleh gugus tugas tidak perlu menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah, tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, serta keamanan.

"Dalam permenkes, itu menjadi tugas dari kepala daerah," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, penetapan PSBB atas usulan kepala daerah dinilainya terkendala dengan data dan kriteria yang cukup banyak. Pada pasal 4 misalnya, disebutkan permohonan PSBB oleh kepala daerah harus menyertakan data peningkatan jumlah kasus disertai kurva epidemologi, data peta penyebaran menurut waktu, data penyelidikan epidemologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.

"Soal kurva epidemologi, memang sekarang ini sudah ada? Seperti apa kurva tersebut? Yang berhak membuatnya siapa? Begitu juga dengan peta penyebarannya. Seperti apa peta penyebaran yang dimaksud?" kata dia lagi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement