REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri Nursyamsi menilai beberapa kebijakan dalam pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) justru berpotensi menghambat penanganan wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia. Selain itu, PSHK juga mengkritik rentang birokrasi dalam pengajuan PSBB.
"Tujuan dari kebijakan kan untuk mempercepat pencegahan virus Corona. Namun, peraturan tersebut malah menambah rentang birokrasi dan cenderung keluar dari mandat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Wilayah. Sehingga berpotensi menghambat penanganan Covid-19 oleh Pemerintah," kata Fajri kepada Republika.co.id, Senin (6/4).
Fajri melanjutkan beberapa kebijakan yang menghambat penanganan Covid-19 yaitu dalam pasal Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 tahun 2020 yang mewajibkan pemerintah daerah untuk mengajukan permohonan berdasarkan sejumlah data. Sedangkan, Pemerintah Pusat sudah melakukan penghimpunan dan pengolahan data tersebut pada setiap wilayah di Indonesia berdasarkan laporan setiap laboratorium tes Covid-19 yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Fajri mengatakan, setiap hari pemerintah mengumumkan data tersebut ke masyarakat melalui juru bicaranya. Artinya Kemenkes sudah memiliki data mengenai daerah mana saja yang sudah mendesak untuk menyelenggarakan PSBB atau bahkan sudah harus melakukan karantina wilayah.