Senin 06 Apr 2020 09:03 WIB

PSHK: Beberapa Kebijakan PSBB Bisa Hambat Penanganan Corona

PSHK nilai beberapa kebijakan PSBB justru bisa hambat penanganan corona.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Foto udara suasana di salah satu ruas jalan di Jakarta, Ahad (5/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengajukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta ke Kemeterian Kesehatan untuk percepatan penanganan  COVID-19 di ibu kota
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Foto udara suasana di salah satu ruas jalan di Jakarta, Ahad (5/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengajukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta ke Kemeterian Kesehatan untuk percepatan penanganan COVID-19 di ibu kota

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri Nursyamsi menilai beberapa kebijakan dalam pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) justru berpotensi menghambat penanganan wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia. Selain itu, PSHK juga mengkritik rentang birokrasi dalam pengajuan PSBB.

"Tujuan dari kebijakan kan untuk mempercepat pencegahan virus Corona. Namun, peraturan tersebut malah menambah rentang birokrasi dan cenderung keluar dari mandat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Wilayah. Sehingga berpotensi menghambat penanganan Covid-19 oleh Pemerintah," kata Fajri kepada Republika.co.id, Senin (6/4).

Baca Juga

Fajri melanjutkan beberapa kebijakan yang menghambat penanganan Covid-19 yaitu dalam pasal Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 tahun 2020 yang mewajibkan pemerintah daerah untuk mengajukan permohonan berdasarkan sejumlah data. Sedangkan, Pemerintah Pusat sudah melakukan penghimpunan dan pengolahan data tersebut pada setiap wilayah di Indonesia berdasarkan laporan setiap laboratorium tes Covid-19 yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Fajri mengatakan, setiap hari pemerintah mengumumkan data tersebut ke masyarakat melalui juru bicaranya. Artinya Kemenkes sudah memiliki data mengenai daerah mana saja yang sudah mendesak untuk menyelenggarakan PSBB atau bahkan sudah harus melakukan karantina wilayah.

"Kami mengusulkan agar Kemenkes merevisi Permenkes nomor 9 tahun 2020 dengan memangkas birokrasi dalam penetapan PSBB. Pihaknya meminta usulan pemerintah daerah untuk penetapan PSBB lebih sederhana dengan menjadikan data jumlah dan persebaran kasus Covid-19 diambil dari data nasional," ujarnya.

Fajri melanjtukan, PHSK menyarankan agar presiden melakukan restrukturisasi dalam Gugus Tugas dengan menempatkan Presiden/Wakil Presiden atau Menteri Kesehatan (Menkes) sebagai Ketua Gugus Tugas demi efektivitas dan akuntabilitas kerja  Gugus Tugas dalam pengambilan kebijakan. Kemudian, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus fokus untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan percepatan penanganan Covid-19. Ia ingin pemerintah segera mengajukan usul revisi APBN 2020 untuk direalokasikan kepada penanganan Covid-19.

"Ya harusnya segera membahas Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan pemerintah harus mengajukan usulan revisi terhadap APBN untuk mengalihkannya kepada penanganan Covid-19," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement