REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pernikahan akan menjadi sebuah ikatan yang agung dan bernilai mulia di hadapan Allah bila masing-masing pihak dari suami maupun istri dapat menjalankan kewajibannya dan haknya masing-masing. Namun, banyaknya dinamika dalam pernikahan membuat istri lalai, bahkan sampai berani meninggalkan rumah tanpa izin suami atau nusyuz.
Firman Arifandi dalam bukunya "Serial Hadist Nikah 6: Hak Kewajiban Suami
Istri" menyampaikan bahwa Allah telah memberikan hak kepada suami untuk memberikan konsekuensi terhadap istrinya yang nusyuz. Konsekuensi ini seperti ditegaskan dalam Alquran surat An Nisa ayat 34 yang artinya.
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, mqka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar."
Namun kata Firman, meski Allah telah memberikan arahan apa yang harus dilakukan oleh suami terhadap isrtrinya yang nusyuz, tidak sedikit suami yang kemudian bila mendapati istrinya telah berbuat nusyuz, kemudian bergegas bereaksi dengan jurus ringan tangannya.
"Alias melakukan tamparan, hal ini mereka lakukan dengan bersandar
kepada surat An Nisa’ ayat 34," katanya.
Padahal kata Firman, jika suami memahami ayat di atas, sebenarnya jika suami menemukan istrinya telah berbuat nusyuz, maka hukuman yang dilakukan adalah bertahap sesuai levelnya. "Dan tidak dibenarkan langsung melakukan hukuman fisik," katanya.
Firman menyampaikan, dalam tafsir al Maroghi dikatakan. "Dan wanita-wanita yang diketahui mulai berbuat arogan serta dikhawatirkan tidak menjalankan hak-haknya dalam keluarga dalam perihal yang diridhoi, maka bagi kalian
(para suami) agar menyikapinya dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. Memulai dengan nasihat yang dapat
membuatnya sadar, kemudian pisah ranjang dan memalingkan diri darinya di atas ranjang, kemudian memukulnya dengan pukulan yang tidak keras," katanya.
Hal ini juga diterangkan oleh Imam Al Muzani dalam kitabnya Mukhtashor al Muzani. "Dan di dalamnya (surah An Nisa’ : 34) adalah petunjuk pada konsekuensi dalam setiap kondisi wanita kapan mereka ditegur dan dihukum bila ditemukan pada mereka indikasi yang mengkhawatirkan baik dari perbuatan atau perkataan, maka ditegur lebih dahulu, jika tetap berbuat nusyuz maka pisah ranjang, dan bila masih berbuat demikan maka pukullah."
Firman mengatakan, dari kedua referensi di atas maka jelaslah bahwa hukuman fisik bagi istri berupa pukulan itu hanya berlaku bagi mereka yang level nusyuznya sudah kepalang meradang, serta telah melewati dua step sebelumnya. Jika istri masih berbuat nusyuz atau durhaka dan telah dilakukan dua step sebelumnya, maka dibolehkan bagi suami untuk memukulnya.
Namun, syariat tetap membatasi kebolehan memukul ini. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan. Dan firman-Nya: dan pukullah mereka, atau: apabila istri-
istrimu tidak tergoyahkan (nusyuznya) dengan nasehat dan pisah ranjang, maka dibolehkan bagimu memukul mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Sebagaimana telah ditetapkan dalam sahih Muslim dari Jabir dari Nabi SAW: sesungguhnya beliau bersabda dalam haji wada:
Bertaqwalah kepada Allah dalam masalah wanita, karena mereka adalah penolong (kalian dalam mengarungi hidup). Hak kalian atas mereka yaitu, mereka tidak boleh memasukkan seorang pun ke dalam tempat tidur kalian; orang yang kalian benci, jika mereka melakukannya maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak berbekas. Hak mereka atas kalian adalah agar kalian memberi rizki
dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik."
Begitu juga kara Firman, para fuqaha dalam mengomentari masyruiyahnya suami memukul istri yang nusyuz, mayoritas mereka mensyaratkan agar tidak memukul dengan pukulan yang keras, tidak pula membekas, tidak menyebabkan luka, tidak berulang kali, tidak membuat memar atau patah tulang. "Dan jangan melakukan pukulan yang menyebabkan kematian karena tujuan utamanya adalah untuk membuatnya menjadi wanita baik bukan sakit atau malah mati," katanya.