REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi sikap tegas Presiden Joko Widodo terkait wacana pembebasan narapidana kasus korupsi yang berusia diatas 60 tahun dan sudah menjalani dua pertiga masa tahanannya untuk tidak dibahas terlebih dahulu.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan sikap Presiden sudah tepat karena korupsi membawa dampak berbahaya untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kami tentu mengapresiasi apa yang telah disampaikan presiden terkait hal tersebut, karena kita semua tahu bahaya dan dampak dari korupsi," kata Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Senin (6/4).
KPK, lanjut Ali, juga berharap Kemenkumham mengklarifikasi munculnya wacana pembebasan narapidana kasus korupsi ditengah pandemi corona.
“Kami harap Kementerian Hukum dan HAM memiliki data yang akurat sebelum mengambil kebijakan di tengah Pandemi Covid-19 ini sehingga masyarakat bisa memahami kebijakan tersebut dan memastikan bukan atas dasar agenda lain yang menimbulkan khawatiran ,” tuturnya.
Selain itu, menurut Ali, pembenahan pengelolaan Lapas saat ini menjadi hal yang penting sebagaimana rekomendasi hasil kajian KPK tahun 2019. Pasalnya, dengan cara ini pulalah untuk memastikan tujuan pembinaan di Lapas dapat tercapai.
“Termasuk dalam hal terdapat Pandemi Covid 19 ini, sehingga ke depan over kapasitas dapat diminimalisir dan pemetaan napi yang patut dibebaskan atau tidak pun akan lebih terukur,” ujar Ali.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna mengusulkan perubahan PP Nomor 99 Tahun 2012 saat RDP dengan DPR, beberapa waktu lalu. Setidaknya, terdapat empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.
Satu di antaranya adalah narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia di atas 60 tahun dan sudah menjalani dua pertiga masa tahanan. Namun, usulan pembebasan narapidana kasus korupsi dikritik oleh beberapa pihak, salah satunya KPK.