REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan sebulan hingga tiga bulan ke depan kondisi likuiditas perbankan akan terlihat. Saat ini otoritas terus memantau kondisi likuiditas perbankan di tengah pandemi virus corona.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kemampuan debitur bank untuk membayar cicilan kredit terdampak akibat virus corona. Hal ini turut memengaruhi kondisi likuditas perbankan.
“Bagaimana kondisi likuditasnya kami yakin dalam sebulan hingga tiga bulan ke depan sudah akan kelihatan,” ujarnya saat Rapat Virtual dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (6/4).
Menurutnya beberapa debitur yang memiliki sektor usaha sudah terlihat tidak mampu lagi membayar bunga atau cicilan pokok kreditnya. Apabila perusahaan tidak mendapatkan pendapatan maka akan berpengaruh terhadap profit yang dihasilkan.
“Kami melihat ada bank yang memiliki buffer yang cukup kuat dan memiliki ketahanan yang lebih panjang. Namun ketahanan akan berbeda bagi bank yang memiliki buffer kurang kuat,” ucapnya.
Otoritas pun memberikan relaksasi berupa penilaian kualitas kredit atau pembiayaan maupun penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bungan untuk kredit sebesar Rp 10 miliar.
“Bagi debitur di atas Rp 10 miliar silahkan direstruktur. Namun tetap selektif dan debitur tetap harus mengupayakan pemenuhan kewajiban agar bank juga tidak mengalami kendala likuiditas,” ucapnya.
Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menambahkan kebijakan restrukturisasi akan dilakukan sesuai dengan kondisi bank masing-masing. Otoritas berharap restrukturisasi tidak dilakukan secara berlebihan dan tidak pula dimanfaatkan oleh debitur yang tidak terlalu terdampak virus corona.
"Aturan baru itu hanya untuk keleluasaan agar bank dan debitur bisa tetap sama-sama fit," katanya.