Senin 06 Apr 2020 18:16 WIB

Pekan Ini, Pemprov Jabar Lakukan Tes Covid-19 ke Pesantren

Rapid test sudah dikirim lebih dari 60 ribu, tapi laporan masuk baru 18 ribu.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil diwawancara awak media terkait kebijakan Pemprov Jawa Barat dalam menangani wabah Covid-19, di Gedung Pakuan, Ahad (5/4).
Foto: Humas Pemprov Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil diwawancara awak media terkait kebijakan Pemprov Jawa Barat dalam menangani wabah Covid-19, di Gedung Pakuan, Ahad (5/4).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemprov Jabar, terus melakukan rapid tes Covid-19, untuk mengetahui pola penyebaran virus tersebut di Jabar. Menurut Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, pekan ini Pemprov Jabar akan melakukan rapid tes di pesantren.

"Minggu ini breakingnya, kita akan mulai mengetes pesantren-pesantren yang berasrama dan didahulukan di zona merah. Jabar akan selalu mengambil keputusan berdasarkan data," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil di Gedung Pakuan, Senin (6/4).

Emil mengatakan, keberhasilan Jabar melakukan rapid tes masif adalah, kita menemukan pola baru. Di antaranya virus ini beredar di sekolah berasrama yang dikelola oleh lembaga kenegaraan. 

"Kami melaksanakan rapat koordinasi gugus tugas, kemudian mengimbau daerah daerah, kota/kabupaten yang belum menyerahkan data dengan lengkap, agar segera melaporkan," kata Emil.

Karena, kata dia, dari catatannya, Rapid test sudah dikirim lebih dari 60 ribu. Tapi laporan masuk baru 18 ribu. "Nah kemanakah yang 50 ribuannya kan. Ini harus segera ditindaklanjuti. Saya imbau kepala daerah untuk mengecek ke Dinkes masing-masing untuk melaporkan secepatnya," kata Emil seraya mengatakan semakin cepat data masuk, maka semakin mudah untuk memetakan.

Saat ditanya apakah hasil hitungan potensi puncak virus akan terjadi akhir Mei, Emil menjelaskan, berdasarkan studi dari Unpad dan beberapa universitas, yang dilaporkan pada presiden, yang ia dengar di rapat kabinet, salah satu skenario yang di studi itu puncaknya Mei menurunnya Juni. 

"Tapi studi ini berbeda-beda memang. BIN kan melakukan studi yang berbeda juga. (Data) ini yang dikelola universitas. dengan catatan kalau social distancing, physical distancing disiplin berjalan dengan baik. Kalau tidak, lupakan Juni kita masih panjang durasinya," paparnya.

Untuk treatmen pemudik, menurut Emil, prosedurnya sebenarnya seragam. Artinya, pemudik langsung statusnya ODP yang harus karantina diri. "Yang harus dilacak media adalah apakah ada mereka yang mudik tapi tidak karantina diri. Kalau ada harus ada tindakan. Saya belum ada laporan secara nyata ODP pemudik yang kabur-kabur itu belum ada laporan," paparnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement