Selasa 07 Apr 2020 05:27 WIB

Politikus PDIP Minta Presiden Jokowi Larang Mudik

Seharusnya pemerintah menaikkan status himbauan menjadi perintah tidak mudik.

Rep: Rizky suryarandika/ Red: Esthi Maharani
Antrian kendaraan pemudik menuju Tasikmalaya-Ciamis dan Jawa Tengah melintas di Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Antrian kendaraan pemudik menuju Tasikmalaya-Ciamis dan Jawa Tengah melintas di Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDIP Aria Bima meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan larangan mudik. Harapannya, larangan itu baru bisa dituruti warga agar memutus rantai penyebaran virus corona.

Aria menganggap imbauan pemerintah untuk tidak mudik dianggap tak tepat. Warga justru terkesan tak menuruti imbauan tersebut.

"Seharusnya pemerintah menaikkan status himbauan menjadi perintah tidak mudik. Apalagi kondisi fasilitas kesehatan di tiap daerah berbeda-beda," kata Aria dalam siaran pers, Senin (6/4).

Aria mengingatkan pemerintah agar memberi bantuan bagi warga yang menuruti imbauan tidak mudik. Mereka pantas diperhatikan, kesejahteraannya sekaligus berhak atas jaring pengaman sosial.

Sebelumnya, pemerintah harus mendata secara pasti jumlah warga terdampak covid 19. Lalu anggaran yang dikeluarkan pemerintah harus satu pintu agar tepat sasaran.

"Gunakan teknologi yang sudah digunakan oleh negara-negara lain. Tidak perlu perancangan baru, pakai dan duplikasi saja dan terapkan di sini," ujar Aria.

Namun jika ada warga memaksa mudik, maka pemerintah daerah harus menyiapkan sejumlah skema. Pertama, melakukan screening ketat terhadap warga yang menggunakan transportasi umum. Kedua, pemda menyiapkan minimal 14 tempat karantina berbeda.

"Karena kedatangan setiap harinya tidak mungkin disatukan dalan ruang karantina yang sama," sebut Aria

Ketiga, mewajibkan pemudik menggunakan masker untuk meminimalisir penularan. Lalu pemudik wajib lapor diri ke faskes setempat & membuat pernyataan karantina pribadi 14 hari. Pelanggaran akan dikenai sanksi yang keras dan tegas.

"Kelima, pengaturan sarana transportasi, sehingga titik stand by di daerah jelas jadi tidak boleh turun di sembarang tempat. Titik masuk ke daerah jelas dan Dinkes stand by untuk mendata," tutur Aria.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement