REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Korea Selatan (Dubes Korsel) untuk Indonesia, Kim Chang-Beom, memaparkan sejumlah strategi negaranya dalam menghadapi lonjakan kasus Covid-19 tanpa menerapkan kebijakan lockdown atau karantina menyeluruh di negara tersebut.
“Kami mengikuti rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak awal. Kami tidak menerapkan lockdown, namun kami melakukan upaya maksimal untuk membendung penyebaran wabah tersebut,” kata Dubes Kim melalui konferensi video bertajuk How Korea Deals with Covid-19’ di Jakarta, Senin (6/4).
Kim menjelaskan, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Korsel dapat disimpulkan dalam empat poin penting. Pertama adalah langkah tes yang agresif yang disebut sebagai inti dari upaya melawan Covid-19. “Kami dapat melakukan sebanyak 20.000 tes per hari dan hingga kini, kami sudah melakukan sebanyak 466.000 tes,” ujarnya.
Guna mempercepat tes tersebut, menurut Kim, Korsel menciptakan metode yang aman, cepat, dan nyaman, yakni melalui tes drive-through, yakni di mana masyarakat tak perlu turun dari kendaraan masing-masing untuk dapat dites. Proses tes dapat dilakukan di bawah sepuluh menit dengan cara yang juga aman bagi para pekerja medis.
“Yang kedua adalah pelacakan (tracing). Kami menggunakan berbagai metode untuk melacak dan mengobati mereka yang melakukan kontak dengan pasien yang positif,” katanya.
Kim menambahkan, upaya tracing dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan jejak rekam transaksi kartu kredit, rekaman kamera CCTV, rekam jejak aplikasi telepon genggam, hingga rekam jejak GPS mobil dari mereka yang dikonfirmasi positif terjangkit virus corona.
Informasi terkait lokasi tertentu kemudian diberikan kepada publik sehingga mereka yang mungkin bertemu dengan pasien positif Covid-19 dapat melakukan tes. Perawatan pasien positif Covid-19 menjadi langkah ketiga dalam upaya Pemerintah Korsel. “Kami melihat deteksi awal dan perawatan intensif pada fase awal sebagai kunci,” kata Kim.
Pasien juga dibagi dalam empat kategori, yakni ringan, sedang, berat, dan sangat berat, sesuai dengan gejala yang ditunjukkan. Mereka dengan gejala ringan dirawat di fasilitas yang disebut dengan Leading Treatment Centers, sementara pasien dengan gejala sedang, berat dan sangat berat segera dibawa ke salah satu dari 67 rumah sakit khusus Covid-19 yang disiapkan.
Poin keempat dan terakhir adalah kesadaran dan partisipasi sipil. “Dalam kasus kami, transparansi dan kepercayaan publik yang tinggi (terhadap pemerintah) menjadi aspek penting dalam praktek pembatasan sosial (social distancing) di seluruh bagian negara,” tambahnya. Dia menjelaskan bahwa transparansi pemerintah memiliki pengaruh besar terhadap kepercayaan masyarakat.
Warga Korsel, lanjut Kim, terbilang cukup rasional dan bertanggung jawab dalam mengkonsumsi kebutuhan sehari-hari, dan banyak yang melakukan karantina mandiri. “Langkah pencegahan seperti social distancing dapat memperlambat penyebaran virus dengan efektif,” kata Kim.