REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyebut maraknya ekspor masker dan alat pelindung diri (APD) di tengah kebutuhan domestik yang begitu tinggi sebagai suatu maladministrasi. Pemerintah semestinya mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation atau mengakomodasi kewajiban untuk pasar lokal.
"Melakukan pembiaran terhadap kondisi tersebut sehingga kebutuhan masyarakat dan pelayanan kesehatan terganggu adalah suatu maladministrasi," ujar anggota ORI, Alamsyah Saragih, dalam keterangannya, Rabu (8/4).
Menurut Alamsyah, ORI telah menyampaikan ke publik pada 8 Maret lalu, pada prinspinya pemerintah patut menerbitkan kebijakan larangan ekspor. Selain itu, pemerintah juga seharusnya melakukan pengaturan harga dalam situasi darurat Covid-19.
"Jika pemerintah menyadari kebutuhan domestik tinggi, maka pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan domestic market obligation bagi industri yang memproduksi," jelas dia.
Untuk itu, kata Alamsyah, Kementerian Kesehatan atau instansi terkait dapat mengusulkan ekspor bahan baku masker, masker, antiseptik, dan APD ke dalam larangan dan/atau pemabtasan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Dengan begitu, Kementerian Perdagangan dan bea cukai dapat mencegak ekspor produk tersebut.
"Sehingga Kementerian Perdagangan dan bea cukai dapat mencegah ekspor produk tersebut maupun mengawasi kemungkinan terjadi penyiasatan kode HS," katanya.