Rabu 08 Apr 2020 16:36 WIB

Penyebab Angka Kematian Akibat Covid-19 Tinggi di Indonesia

Dekan FK UI mengungkap penyebab angka kematian akibat Covid-19 tinggi di Indonesia.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Senin (30/3/2020). Kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia tergolong tinggi.
Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO
Pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Senin (30/3/2020). Kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia tergolong tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Per Rabu (8/4), total ada 2.956 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sejak pertama kali diumumkan pada awal Maret lalu. Sementara itu, jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 240 kasus.

Artinya, rasio kematian pasien Covid-19 di Indonesia sebesar 8,11 dari jumlah keseluruhan pasien positif. Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD, merujuk data pada 27 Maret, angka kematian kasus Covid-19 di Indonesia termasuk yang tinggi. "Angka kematian kasus Covid-19 di Indonesia termasuk tinggi. Angka kita mencapai 8 persen," ujarnya dalam konferensi pers daring #FKUIPeduliCOVID19, beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Ari menjelaskan, berdasarkan kepustakaan yang ada, salah satunya yang dipublikasikan di jurnal Lancet, kematian akibat Covid-19 terutama terkait faktor usia. Makin tinggi usia, makin tinggi tingkat kematian.

Melihat kecenderungan itu, Ari menyarankan agar orang tua di atas 60 tahun harus benar-benar tetap di rumah. Mereka adalah orang yang berisiko fatal kalau terinfeksi, bisa berujung kematian. Selain faktor usia, orang lanjut usia makin rentan dengan adanya faktor penyakit penyerta, seperti kencing manis, penyakit paru-paru kronis, atau penyakit paru-paru.

Faktor yang membuat tingginya angka kematian terkait Covid-19 di Indonesia adalah keterlambatan pemeriksaan. Saat diperiksa, penderita infeksi virus corona sudah dalam kondisi kesehatan menurun, misalnya, jumlah trombosit, fungsi hati, tingkat kesadaran, dan fungsi ginjal sudah menurun.

"Artinya, pada saat pasien datang ke rumah sakit, dokter bisa memprediksi bahwa prognosis agak berat, kenapa ketika diperiksa saturasi sudah turun pada saat IGD, trombosit sudah turun arah sepsis, fungsi hati meningkat, tekanan darah sudah mulai turun karena syok, kesadaran rendah, sulit diajak bicara, fungsi ginjal menurun, kalau muncul semua risiko kematian," katanya.

Menurut Ari, ada sejumlah faktor yang menyebabkan pasien datang terlambat. Salah satunya rumah sakit rujukan penuh.

Bisa jadi rumah sakit tempat awal pasien diperiksa kapasitasnya terbatas sehingga harus mengirim pasien ke rumah sakit lain. Alhasil, mereka datang ke rumah sakit rujukan sudah dalam kondisi terlambat.

"Bisa saja sudah ada kompilkasi gangguan ginjal, gangguan liver, trombositnya sudah turun saat datang ke unit gawat darurat,” ujar dokter spesialis penyakit dalam ini.

Dengan kondisi saat ini yakni rumah sakit rujukan penuh dan beberapa rumah sakit bukan rujukan juga penuh, ventilator (alat bantu untuk bernapas) menjadi hal yang sangat penting.

"Ketika pasien ini mengalami perburukan dari fungsi parunya sehingga mengalami gagal napas, kita harus benar-benar menjaga ventilator yang ada cukup,” ujarnya.

Ari mengatakan, upaya pemerintah untuk meningkatkan jumlah ventilator dalam keadaan darurat (emergency) seperti saat ini baik dilakukan. Selain memerlukan ventilator, pasien Covid-19 yang mengalami gagal ginjal kemungkinan membutuhkan alat cuci darah.

"Jadi, penyebab kematian, pasien datang terlambat, pasien memiliki penyakit penyerta, keterbatasan fasilitas ventilator dan alat lainnya."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement