REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan, kebutuhan gula pada semester pertama tahun ini seharusnya dipenuhi lewat impor. Hanya saja Surat Persetujuan Impor (SPI) baru terbit pada Maret lalu.
"Tentunya dari SPI butuh waktu untuk realisasi. Oleh karena itu kami nilai, seperti tahun-tahun sebelumnya, (penerbitan) SPI tergolong telat," ujar Komisioner KPPU Guntur Saragih melalui konferensi pers virtual pada Rabu (8/4).
Maka, kata dia, KPPU mendorong pemerintah agar tidak hanya menerbitkan SPI, tapi juga secepatnya merealisasikan SPI tersebut. "Karena kalau realisasi berkurang, stok dalam negeri akan berkurang juga," tuturnya.
KPPU, lanjutnya, mendorong pula pemerintah menerbitkan SPI untuk badan usaha seperti Perum Bulog. Dengan begitu bisa turut merealisasikan impor gula.
"Kalau pelaku usaha bersepakat menunda (impor), maka menghambat realisasi. Ini menjadi salah satu penegakkan hukum yang harus dilakukan KPPU, jika terbukti," tegas Guntur.
Menurutnya, realisasi impor perlu segera dilakukan supaya tidak ada kenaikan harga di tengah wabah corona ini. Sekaligus menjaga agar petani tidak mengalami harga anjlok.
Bila realisasi tertunda, kata Guntur, stok gula impor baru akan masuk pada semester kedua. Sedangkan itu waktunya panen raya petani.
"Kalau bawang putih memang mayoritas impor tapi kalau gula, ada petani tebu yang harus kita pihaki pada semester kedua. Harus diperhitungkan input dan output-nya," jelas dia.
Guntur mengatakan, jangan sampai stok impor masuk bertepatan dengan panen raya petani. Hal itu karena dapat menyebabkan, harga tidak kompetitif dan anjlok pada semester kedua.