REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menyatakan kemungkinan mengajukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada pemerintah pusat apabila kasus dan persebaran virus corona atau Covid-19 di Solo meningkat signifikan. Pemkot menyebut, penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 13 Maret 2020 dan kebijakan yang diambil Pemkot tidak jauh beda dengan PSBB.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Solo yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Solo, Ahyani, mengatakan, saat ini data persebaran orang dalam pemantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 bergerak landai.
Data yang terhimpun sampai Rabu (8/4) menyebutkan, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif corona ada lima orang. Dengan rincian dua orang masih dirawat, satu orang sembuh dan dua orang meninggal dunia. Jumlah PDP di Solo sebanyak 47 orang tidak bertambah dari Selasa (7/4). Dari jumlah tersebut, tujuh di antaranya meninggal dunia dan 25 orang sembuh, dan 15 orang menjalani rawat inap.
Sedangkan jumlah ODP meningkat menjadi 319 orang dari sebelumnya 311 orang. Sebanyak 125 orang sudah selesai pemantauan.
"Kalau nanti tren perkembangan PDP dan terkonfirmasi ada peningkatan signifikan ya itu sebuah kekhawatiran. Kalau ada tren naik ya perlu (PSBB). Sekarang trennya stagnan" kata Ahyani saat jumpa pers di Kompleks Balai Kota Solo, Rabu (8/4).
Menurutnya, kebijakan yang diambil Pemkot dalam menangani dan mencegah penyebaran Corona sudah mirip dengan PSBB. Hal-hal yang diamanatkan dalam PSBB diklaim sudah dilaksanakan oleh Pemkot.
Misalnya, instruksi untuk menjaga jarak, pembentukan gugus tugas, membubarkan kerumunan massa pada siang dan malam hari, serta melakukan sosialisasi persebaran Covid-19.
"Sebenarnya yang kita lakukan kan tidak jauh dengan PSBB. Sosialisasi- sosialisasi dengan bahasa merakyat itu bisa dipahami kan hal yang mudah dimengerti masyarakat," ucapnya.
Di sisi lain, Pemkot berupaya memberikan pengertian kepada masyarakat untuk tidak mengucilkan orang dalam pemantauan (ODP) yang sedang menjalani karantina mandiri di rumah. Sebab, partisipasi dari masyarakat sekitar menjadi salah satu kunci keberhasilan karantina mandiri selama 14 hari yang dilakukan ODP.
"Kalau warga karantina mandiri tidak terpenuhi kebutuhannya pasti akan keluar rumah. Harusnya masyarakat menjaga jarak tapi ikut memenuhi kebutuhannya selama 14 hari," ujarnya.