Rabu 08 Apr 2020 23:10 WIB

DPR Khawatir Akuntabilitas Stimulus Covid dalam Perppu

DPR menyoroti rencana program stimulus dengan perkiraan anggaran Rp 405,1 triliun.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Karta Raharja Ucu
Marwan Cik Asan
Foto: demokrat.or.id
Marwan Cik Asan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menjalankan serangkaian paket stimulus terkait penanganan dampak ekonomi sosial masyarakat terkait Covid-19. Dalam hal ini, DPR khawatir dengan akuntabilitas penggunaan stimulus tersebut.

Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Marwan Cik Asan memberikan catatan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. "Perppu itu tidak spesifik mengatur tentang APBN-P (APBN Perubahan) 2020 sebagaimana layaknya RUU APBN-P yang diajukan pemerintah setiap tahunnya ke DPR," kata Marwan dalam pesan tertulisnya, Rabu (8/4).

Secara khusus, ia menyoroti rencana program stimulus dengan perkiraan anggaran sebesar Rp 405,1 triliun, di mana pemerintah melakukan penyesuaian APBN 2020 melalui penerbitan Perppu. Dalam hal ini, Marwan menilai, pemerintah telah melakukan perubahan postur APBN hanya dengan Perpres bukan dengan UU APBN-P atau Perppu APBN-P, sebagaimana yang diamanahkan dalam pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 11 UU Keuangan Negara.

“Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa akuntabilitas pengelolaan APBN 2020 dengan perubahan posturnya tidak didasarkan pada peraturan perudang-undangan yang semestinya,” ujar Anggota Komisi XI DPR ini.

Kedua, Marwan melanjutkan, beberapa Pasal dalam Perppu juga berpotensi mengurangi akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, diantaranya pasal 27 ayat (1) dan (2). Ayat (1) menyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan perpajakan, belanja negara dan keuangan daerah, pembiayaan, stabilitas sistem keuangan dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

“Bunyi ayat tersebut menutup kemungkinan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan anggaran atas potensi terjadinya kerugian negara. Tentu hal ini bertentangan dengan ketentuan UU Keuangan Negara pada pasal 35 ayat (1),” terang Marwan.

Selanjutnya, kata Marwan, ayat (2) mengatakan Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Artinya, KSSK yang berisi Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan, tidak bisa dituntut secara perdata maupun pidana. Keempatnya menjadi kebal hukum ketika melakukan stimulus tersebut,” ujar dia.

Dengan pengaturan tersebut, menurut Marwan, pemerintah belum memperhatikan aspek akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. "Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seharusnya dikelola secara transparan, akuntabel dan bertanggung jawab,” kata Politikus Demokrat ini menegaskan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement