Kamis 09 Apr 2020 02:44 WIB

Pemerintah Diminta Buat Formula Ekonomi Atasi Imbas Pandemi

Muncul usulan membentuk Badan Penyehatan Ekonomi Nasional (BPEN).

Sebuah sepeda terparkir di depan toko yang tutup di Pasar Baru, Jakarta, Rabu (1/4/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 akan turun menjadi 2,3 persen dan dalam skenario terburuk bahkan bisa mencapai -0,4 persen akibat dampak dari pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Sebuah sepeda terparkir di depan toko yang tutup di Pasar Baru, Jakarta, Rabu (1/4/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 akan turun menjadi 2,3 persen dan dalam skenario terburuk bahkan bisa mencapai -0,4 persen akibat dampak dari pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diminta memikirkan skenario untuk menghindarkan Indonesia dari keterpurukan akibat pandemi virus corona. Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun menilai, perlu dibentuk Badan Penyehatan Ekonomi Nasional untuk membantu perekonomian masyarakat dari berbagai kalangan. Mulai menengah ke bawah hingga pengusaha kelas atas yang terimbas pandemi global tersebut.

Misbakhun menyampaikan hal itu dalam rapat virtual Komisi XI DPR dengan jajaran Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (8/4). Dalam rapat itu, mayoritas anggota Komisi XI DPR mengingatkan jajaran BI akan dampak ekonomi imbas pandemi COVID-19 yang akan sangat besar dan lama.

Masalahnya, kata Misbakhun, saat ini yang terlihat justu belum ada kesepahaman di antara berbagai lembaga negara dalam melihat permasalahan dan cara mengatasinya. Misalnya, kata dia, soal kebijakan quantitative easing atau kelonggaran kuantitatif.

"Jika memang pemerintah mau melakukan itu sebaiknya dilaksanakan secara struktural demi mengelola resiko yang ada," kata dia.

Berdasarkan pendalamannya ke sejumlah pihak, menurut dia, pelaku usaha hanya punya modal untuk bertahan tiha bulan. Di sisi lain, tak satu pun yang bisa memprediksi berapa lama pandemi berlangsung. 

"Semakin lama pandemi terjadi, maka akan semakin parah dampak ekonomi terhadap ekonomi. Masalahnya, kalau kita kehilangan momentumnya, dampaknya bisa jadi sudah terlanjur parah," kata Misbakhun.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menegaskan, semua pihak sudah sepakat bahwa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 berbeda dengan krisis 1998 dan krisis global 2008. Saat krisis 1998, tuturnya, Indonesia masih tertopang oleh usaha mikro, kecil dan nenengah (UMKM) yang masih bisa berproduksi di tengah sektor finansial yang kala itu sekarat. 

Sementara saat krisis global 2008, Indonesia justru kebanjiran likuiditas dari negara lain, utamanya Amerika Serikat (AS). 

"Namun, kini suasananya jauh berbeda. Pandemi ini yang diserang adalah rantai produksi dan konsumsi. Semua me-lockdown supply and demand-nya, dampaknya ke semua. Bukan hanya usaha besar, UMKM juga terkena karena produksi dan konsumsi diganggu," ujar Misbakhun.

“Karena ini unusual case, maka kita harus berpikir unusual way out. Mohon maaf, kita tak bisa mengerjakannya dengan kebijakan yang normal,” tambah dia.

Misbakhun lalu memberi contoh, ketika sektor riil di bidang pariwisata seperti perhotelan terganggu, sektor perbankan pun pasti terdampak. Jika sebuah hotel tak bisa membayar cicilan utang ke bank, kata dia, akan ada peringatan I sampai III yang diberikan. "Oleh karena itu, ini kan terkait pencadangan, struktur modal, dan sebagainya," kata Misbakhun.

Contoh lainnya adalah sejumlah BUMN seperti Garuda Indonesia, PT Pelni, dan PT KAI yang akan sangat terdampak oleh kondisi ekonomi yang ada. Ketika  tidak adanya pemasukan, perusahaan itu harus tetap membayar berbagai kewajiban rutin.

Untuk itu, dia mengusulkan pembentukan badan khusus untuk menangani, tentu dengan bentuk serta fungsi yang berbeda. Ini serupa dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dibentuk untuk mengatasi krisis 1998.

"Saya mengusulkan pemerintah berpikir untuk mempunyai Badan Penyehatan Ekonomi Nasional, atau national economic agency. Untuk apa? Kegiatan BI tidak terganggu, bagaimana negara ini mempuntai asset management unit yang terpisah dari negara untuk mengatasi dampak ini," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement