REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Koalisi pimpinan Arab Saudi yang memerangi Houthi mengumumkan menghentikan operasi militer nasional di Yaman, Rabu (8/4). Keputusan ini mendukung upaya PBB untuk mengakhiri perang lima tahun yang telah menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan menyebarkan kelaparan serta penyakit.
Langkah ini bertujuan untuk memfasilitasi pembicaraan yang disponsori oleh Utusan Khusus PBB Martin Griffiths untuk gencatan senjata permanen. Juru bicara koalisi militer Kolonel Turki al-Malki menyatakan, sebagian pertimbangan keputusan pun mempertimbangkan pandemi corona, meskipun sejauh ini tidak ada kasus yang dilaporkan di Yaman.
Gencatan senjata akan mulai berlaku pada Kamis (9/4) tengah selama dua pekan dan terbuka untuk perpanjangan. Pekan lalu, utusan PBB Griffiths mengirim proposal kepada kedua pihak untuk melakukan gencatan senjata.
PBB meminta pihak-pihak yang bertikai untuk memanfaatkan kesempatan ini dan segera menghentikan semua permusuhan dengan urgensi tertinggi. "Dan membuat kemajuan menuju perdamaian yang komprehensif dan berkelanjutan," ujarnya.
Pengumuman ini adalah terobosan besar pertama sejak PBB mengadakan perundingan perang pada akhir 2018 di Swedia. Kedua kubu yang bertikai menandatangani gencatan senjata di kota pelabuhan Laut Merah Hodeidah.
Meski koalisi Arab Saudi telah mengumumkan gencatan senjata, kelompok bersenjata Houthi belum buka suara untuk mengikutinya. Juru Bicara Mohammed Abdulsalam mengatakan mereka telah mengirim PBB sebuah permintaan komprehensif yang mencakup diakhirinya perang dan blokade yang dikenakan pada Yaman.
"(Usulan kami) akan meletakkan dasar untuk dialog politik dan masa transisi," ujar Abdulsalam dalam akun Twitter.
Beberapa jam setelah pengumuman gencatan senjata yang dilakukan koalisi, Menteri Informasi Yaman mengatakan Houthi telah menargetkan Hodeidah dan pusat kota Marib dengan rudal. Sementara media Houthi menyebut serangan koalisi menghantam provinsi Hajja dan Saada.
Seorang pejabat senior Saudi yang berbicara kepada wartawan di Washington menuturkan Riyadh berharap selama dua pekan ke depan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) akan membantu menekan Houthi menghentikan permusuhan. Kelompok ini diharapkan dapat bergabung dengan keputusan gencatan senjata.
Sekutu AS dan wilayah Barat telah merujuk pada ancaman virus corona untuk mendorong milisi di Yaman menyetujui pembicaraan baru. Sekutu AS meminta mereka untuk mengakhiri perang yang telah menyebabkan jutaan orang rentan terhadap penyakit.
Yaman telah menyaksikan jeda aksi militer setelah Arab Saudi dan Houthi memulai pembicaraan akhir tahun lalu. Namun, lonjakan kekerasan baru-baru ini, termasuk rudal balistik yang ditembakkan ke arah Riyadh bulan lalu dan serangan udara balasan koalisi, mengancam kesepakatan perdamaian yang sudah dibuat di kota pelabuhan.
Yaman telah menjadi negara termiskin di tanah Arab. Negara itu telah terperosok dalam kekerasan sejak Houthi menggulingkan pemerintah dari kekuasaan di Sanaa pada akhir 2014. Konflik ini dilihat sebagai perang proksi antara Arab Saudi dan musuh bebuyutan Iran yang mendukung Houthi.
Di samping kabar gencatan senjata dari koalisi Saudi, Wakil Menteri Pertahanan Saudi Pangeran Khalid bin Salman akan menyumbang 500 juta dolar AS untuk rencana respons kemanusiaan PBB untuk Yaman pada 2020. Kerajaan pun akan mengucurkan 25 juta dolar AS untuk membantu memerangi penyebaran virus korona di negara tersebut.