REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga zakat nasional milik organisasi Islam Muhammadiyah, Lazismu menyampaikan wabah Covid-19 telah berimbas secara ekonomi kepada setiap orang. Terutama golongan menengah ke bawah. Penerima manfaat zakat yang semula mulai terangkat ekonominya kini harus kembali disantuni.
Direktur Operasional Lazismu Edi Suryanto menyampaikan, beberapa mustahik tadinya telah menjadi munfik bahkan muzaki. Namun kondisi saat ini memaksa mereka kembali menjadi mustahik."Beberapa harus disantuni dengan bantuan berupa paket-paket sembako hanya untuk sekadar bertahan hidup," katanya kepada Republika, Kamis (9/4).
Dampak Covid-19 juga tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan saja. Masyarakat pedesaan pun juga merasakan hal yang sama. Namun demikian, Edi menilai, dampak di perkotaan terpantau lebih parah karena padatnya penduduk.
Muncul kekhawatiran terjadinya penularan yang sangat cepat. Ditambah lagi dengan biaya hidup di perkotaan yang lebih tinggi dan hilangnya mata pencaharian mereka karena wabah.
Edi menyampaikan, dalam penyaluran bantuan, Lazismu bersinergi dengan seluruh komponen di Muhammadiyah. Laz sudah menggerakkan seluruh jaringan untuk fokus pada penanganan Covid-19. Untuk wilayah terdampak menjadi prioritas pendistribusian berbagai bantuan.
Ketua Lazismu Hilman Latief menyampaikan, Muhammadiyah memiliki lembaga adhoc khusus untuk tanggap bencana Covid-19 yakni Muhammadiyah Covid-19 Command Center. Saat ini mereka fokus untuk emergency release."Kurang lebih sudah ada Rp 7 miliar yang dialihkan untuk bantuan," katanya.
Bantuan yang disalurkan dari alat kesehatan dan sanitasi pendukung lainnya. Selain itu, Lazismu menggunakan skema subsidi silang untuk bantuan langsung. Penerima manfaat atau mustahik yang masih bisa produktif menyubsidi mustahik yang membutuhkan.
Bantuan juga tidak hanya diberikan kepada mustahik Lazismu saja tapi masyarakat secara luas. Hilman menambahkan, banyak masyarakat binaan yang masih produktif, khususnya di sektor kebutuhan pangan. Seperti peternakan ayam, produksi makanan kaleng, beras, dan lainnya. Pasokan produksi masih normal dan tidak terganggu. Yang menjadi masalah adalah, distribusi dan target pasar. Tadinya, mereka memasok ke rumah makan, pesantren, dan lainnya.
Namun kini, aktivitas di tempat-tempat tersebut terhenti karena pembatasan sosial. Hilman mengatakan, ini membuat produsen pangan harus mengalihkan pasokan, misal ke rumah sakit atau tempat karantina."Kami pikirkan juga caranya mungkin harus kita buat sebagai makanan beku dan lainnya," kata dia.
Lazismu juga sedang membahas solusi jangka menengah dan panjang, mengingat ketidakpastian berakhirnya wabah. Hilman menyampaikan solusi bantuan tidak bisa hanya dengan emergency release.
Ritme bantuan harus dijaga agar berkelanjutan bagi masyarakat. Hilman menyampaikan selain masyarakat binaan ekonomi, yang terdampak juga adalah guru-guru honorer, da'i, penceramah, guru ngaji dan lainnya.
Mereka yang biasanya mendapat gaji secara harian ini kehilangan pendapatan karena tidak lagi bekerja. Lazismu sedang mendata jumlah mereka dan menyiapkan skema bantuan agar mereka bisa tetap berpendapatan.
"Mungkin nanti mereka bisa berceramah secara online atau lainnya, nanti kita hargai itu," katanya. Hilman berharap solusi tidak hanya fokus di hilir sebagai bentuk bantuan langsung tapi juga di hulu yang memungkinkan masyarakat bisa tetap bertahan.