REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah penjahit di lantai dasar Metro Atom Pasar Baru, Jakarta Pusat, berharap pasar tidak ditutup selama pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta.
"Ya selama pasar tidak ditutup kami tetap akan buka, karena kalau pasar juga ditutup kami mau dapat penghasilan dari mana?," kata Uni Ayi (51 tahun), salah satu penjahit yang ditemui di Metro Atom Pasar Baru, Kamis (9/4).
Uni Ayi mengatakan, ada sekitar 100 penjahit berkios di Metro Atom Pasar Baru. Lantai dasar tersebut menyatu dengan pasar yang menjual aneka kebutuhan pokok seperti beras, sayuran dan pedagang makanan lainnya. Menurut dia, walau ada penerapan PSBB dan pasar tidak ditutup, penjahit akan tetap membuka kios untuk mendapatkan penghasilan.
Sejak adanya pandemi COVID-19 awal Maret 2020, sejumlah penjahit sudah ada yang menutup kiosnya selama hampir dua pekan. Sebagian besar penjahit memilih pulang ke kampung halamannya untuk sementara waktu karena berkurangnya pesanan jahitan.
Namun sejumlah penjahit masih bertahan tetap buka sejak awal hingga menjelang PSBB diberlakukan. "Hampir sebagian besar tutup, mereka pulang kampung cuma ada empat penjahitlah yang masih buka, saya salah satunya," kata Uni Ayi yang sudah empat membuka kios jahit di Metro Atom.
Sebagai pekerja yang mengandalkan pendapatan harian, Uni Ayi mengaku kesulitan jika sampai usaha jahitnya ditutup selama PSBB. Hal ini karena dirinya tidak punya penghasilan selain menjahit pesanan.
Walau jahitan sedang sepi, tapi Uni Ayi optimistis ada rezeki yang bisa dibawa pulang jika tetap bisa membuka kios. "Biasanya sebelum Ramadhan itu saya sudah penuh pesanan jahitan, tapi sekarang satupun belum ada," kata wanita asal Sumatera Barat itu.
Hal senada juga disampaikan rekan Uni Ayi bernama Angga (40 tahun) yang sudah delapan tahun menjahit di Metro Atom Pasar Baru. Angga berharap pasar tetap buka sehingga para penjahit tetap bisa mendapatkan penghasilan walau jumlahnya tidak sebanyak waktu sebelum COVID-19 mewabah.
"Ya kalau kita tidak buka, gimana kita bisa dapatkan penghasilan. Kebutuhan jalan terus, apalagi uang sewa kios juga jalan," kata Angga.
Menurut Angga, pihak pengelola belum menginformasikan adanya dispensasi biaya sewa kios selama pandemi. Mereka masih membayar uang kios dan biaya perawatan secara normal, yakni Rp 1,2 juta per bulan.
"Makanya kami perlu tetap buka, supaya kami bisa dapat penghasilan," kata pria asal Indramayu tersebut.
Uni Ayi dan Angga menyadari bahwa sebagai pendatang mereka tidak mendapat bantuan sosial yang disalurkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta kepada pekerja harian yang terdampak COVID-19. Hal itu yang membuat mereka tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk bisa sewa kios tempat mereka menjalankan usaha.
Agar tetap terlindungi dari penularan, Uni Ayi memberlakukan protokol kesehatan seperti menggunakan masker. Dia juga membiasakan diri rajin mencuci dan pulang ke rumah lebih awal.
"Kalau dulu biasanya pulang setelah magrib, sekarang lebih awal aja. Sampai di kosan langsung mandi," kata Uni Ayi yang mengontrak di kawasan Pasar Baru.
Penerapan PSSB di DKI Jakarta secara resmi diberlakukan mulai Jumat (10/4). Penetapan PSBB DKI Jakarta diumumkan oleh Gubernur Anies Baswedan setelah melakukan Rapat Koordinasi dengan Forkompimda DKI Jakarta bersama dengan unsur keamanan seperti Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya hingga Kejaksaan Tinggi.
Penetapan PSBB untuk wilayah DKI Jakarta tersebut tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/239/2020 tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Provinsi DKI Jakarta Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto tanggal 7 April 2020.
Dalam keputusan disebutkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta wajib melaksanakan PSBB sesuai ketentuan perundang-undangan dan secara konsisten mendorong dan menyosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat.