REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menyatakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta perlu lebih sinergi dalam mengatasi dampak merebaknya COVID-19 terhadap kondisi perekonomian yang merugikan banyak pekerja di Ibu Kota.
"Data Disnakertrans DKI Jakarta merinci dari 9.096 perusahaan dengan 72.770 merumahkan pekerja atau buruh, dan 2.008 perusahaan dengan 16.065 melakukan PHK pekerja atau buruh," kata Himmatul Aliyah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (9/4).
Menurut dia, permasalahan tersebut harus menjadi perhatian serius Pemerintah Pusat dan DKI untuk mendapat solusi yang cepat. Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menegaskan, ribuan tenaga kerja yang dirumahkan akan berdampak secara signifikan baik kepada aspek sosial maupun ekonomi.
Aliyah menyatakan, sudah selayaknya paling tidak para karyawan tersebut diberikan "Golden Shake Hands" atau uang kompensasi sehingga mereka paling tidak dapat bertahan hidup menghadapi kondisi tidak pasti seperti ini.
"Apabila hal ini didiamkan saja menurutnya bisa menimbulkan gerakan sosial di kalangan bawah yang berpotensi timbulnya gejolak politik," ucapnya.
Ia meminta pemerintah menerapkan program kartu pra-kerja melalui pelatihan keterampilan kerja sebagai program nasional dari Pemerintah Pusat. Sedangkan terkait dengan pandemi COVID-19, ia mendorong pemerintah harus pro-aktif dan mencarikan solusi teknis tentang jenis pelatihan dan pendampingan sementara yang tepat.
"Terkait dengan wabah COVID-19, perlu dicari solusi teknis pelatihan dan pendampingannya. Saya meminta Disnakertrans DKI Jakarta untuk secara aktif memberikan perhatian, pendampingan dan informasi kepada masyarakat DKI Jakarta yang terkena dampak virus Corona ini," katanya.
Himmatul Aliyah juga menekankan agar program pendampingan dan pelatihan tersebut juga ke depannya dapat betul-betul dipastikan tepat sasaran. Ia juga menyoroti dampak terjadinya pandemi terhadap tenaga kerja perempuan yang memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
Menurut dia, sebagai buruh yang menghidupi keluarga, seharusnya para perempuan ini dapat menjadi prioritas utama bagi pemerintah untuk segera diberikan bantuan secara materiil.