REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi di masa bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini lebih rendah dari tahun lalu. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, inflasi di masa-masa tersebut biasanya tinggi.
"Tapi saat ini ada pembatasan sosial skala besar, diminta tidak mudik, jadi kenaikannya akan jauh lebih rendah dari dulu," katanya dalam telekonferens rutin mingguan, Kamis (9/4).
Perry menyampaikan, inflasi pada bulan April diprediksi terkendali dan rendah sebesar 2,80 persen (yoy). Imbauan untuk menahan mudik dan bepergian diharapkan menurunkan skala inflasi, selain untuk mencegah pewabahan lebih luas.
Pembatasan sosial skala besar tersebut diharapkan bisa meminimalisir dampak terhadap ekonomi. Dari sisi rantai pasokan bahan pangan dan instrumen yang dihitung dalam inflasi, Perry menyampaikan pemerintah terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan distribusinya.
BI rutin melakukan survei pemantauan harga melalui 46 kantor wilayah setiap pekan. Penilaian terhadap perkembangan harga-harga di pasar disebut cukup terkendali dan rendah. Perry mengatakan survei ini bukan statistik yang jadi kewenangan BPS.
"Kami perkirakan berdasarkan survei pemantauan harga sampai minggu kedua bahwa inflasi April sekitar 0,2 persen (mtm) dan 2,80 persen (yoy)," katanya.
Ini menunjukkan berbagai faktor yang berpengaruh ke inflasi terkendali. Perry menyebutkan faktor-faktor tersebut yakni pemerintah pusat dan daerah berkoordinasi untuk pemenuhan kebutuhan bahan pokok.
Selain itu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan lebih rendah daripada kemampuan kapasitas produksi nasional, jadi mengalami kesenjangan output negatif. Artinya tekanan inflasi dari sisi permintaan itu terkendali.
Kemudian, karena faktor nilai tukar rupiah. Dampak dari rupiah ke inflasi akan cenderung rendah. Terakhir faktor terjangkarnya ekspektasi inflasi, masyarakat, konsumen dan dari sisi produsen.
"Tidak terlepas dari bagaimana BI lakukan kredibitlitas kebijakan moneter yang kami bangun," katanya.