REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan sudah di depan mata. Menjadi kewajiban bagi seorang Muslim yang telah baligh untuk menjalankan ibadah puasa. Meski demikian, pada Ramadhan tahun ini, beberapa orang dengan profesi tertentu dituntut bekerja ekstra, terutama di antaranya petugas medis dalam merawat pasien-pasien yang terpapar penyakit virus corona (Covid-19).
Untuk melakukan tugas tersebut, petugas medis perlu fisik dan stamina prima. Nah, dengan pekerjaan yang menguras stamina itu, bolehkah seorang petugas medis yang menangani pasien Covid-19 tidak berpuasa? Adakah keringanan bagi mereka agar dapat melaksanakan puasa di lain hari (meng-qadha puasa), misalnya ketika wabah Covid-19 telah berakhir?
Menjawab pertanyaan ini, Ustaz Wijayanto menerangkan, seorang Muslim yang mempunyai hambatan berat diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan. Kendati demikian, orang tersebut tetap dikenakan ke wajiban meng-qadha puasa dan membayar fidyah. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam surah al-Baqarah ayat 184 dan 185.
Ustaz Wijayanto menjelaskan, petugas medis tetap berkewajiban meng-qadha atau mengganti puasa Ramadhannya di lain waktu. Sebab, halangan yang membuat petugas medis tidak berpuasa tidak bersifat permanen atau terus-menerus.
"Orang Muslim yang berat menjalankan puasa, boleh tidak berpuasa, tapi membayar fidyah. Harus meng-qadha karena halangan sesaat, bukan permanen," kata Ustaz Wijayanto.
Ustaz Jeje Zainuddin juga menjelaskan adanya rukhsah atau keringanan bagi orang yang bekerja berat untuk tidak berpuasa. Ia menjelaskan, para dokter dan tenaga medis lainnya bisa tergolong orang yang menda patkan rukhsah untuk tidak berpuasa ketika mereka harus bekerja ekstra untuk mem berikan penanganan kepada pasien tanpa henti.
Para dokter dan tenaga medis itu, menurut sebagian fukaha, bisa masuk kategori alladziina yuthîqûnahu, yaitu orang yang sang gup berpuasa tetapi dengan susah payah. Hal ini tertulis dalam surah Al Baqarah ayat 184.