Jumat 10 Apr 2020 20:22 WIB

Redam Penularan Covid-19, Daerah Minta Masyarakat tak Mudik

Gelombang pergerakan manusia yang masuk ke Madiun mencapai 10 ribu orang.

Sejumlah calon penumpang berjalan menuju bus di Terminal Bis Kota Serang, Banten, Jumat (10/4/2020). Pemda setempat bersama tokoh masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 termasuk dengan mengajak warga untuk tidak mudik atau pulang kampung menjelang puasa dan lebaran
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Sejumlah calon penumpang berjalan menuju bus di Terminal Bis Kota Serang, Banten, Jumat (10/4/2020). Pemda setempat bersama tokoh masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19 termasuk dengan mengajak warga untuk tidak mudik atau pulang kampung menjelang puasa dan lebaran

REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Alarm waspada sebaran Covid-19 terus dibunyikan daerah. Regulasi lebih ketat digulirkan guna merespons masih besarnya gelombang perpindahan manusia antar wilayah. Padahal, pemerintah menginstruksikan masyarakat #DiRumahSaja dan melakukan social distancing. Regulasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga mulai diterapkan Jumat (10/4), khususnya di wilayah DKI Jakarta.

Meski ada himbauan dari pemerintah pusat, tapi gelombang pergerakan manusia masih terjadi. Terlebih mereka yang tinggal di Jakarta. Apalagi, Jakarta berstatus episentrum pandemi Covid-19 di Indonesia. Mengacu https://corona.jakarta.go.id/id, Jumat (10/4), jumlah kasus infeksi Covid-19 mencapai 1.810 orang. Jumlah itu menempati slot 50 persen lebih dalam skala nasional.

“Pergerakan arus masuk manusia di Madiun sangatlah besar. Masyarakat belum taat terhadap aturan pemerintah pusat. Padahal, sebelumnya sudah ada himbauan jangan bepergian atau tinggal di rumah. Kondisi tersebut tentu mekhawatirkan karena sebaran Covid-19 akan semakin luas di daerah-daerah,” ungkap Bupati Madiun Ahmad Dawami, dalam siaran persnya, Jumat (10/4).

Hingga Selasa (7/4), gelombang pergerakan manusia yang masuk ke Madiun mencapai 10 ribu orang. Mereka rata-rata para perantau yang tinggal di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan lainnya. “Pemerintah pusat harus lebih ketat mencegah pergerakan orang-orang tersebut. Bagaimana mereka ini tidak keluar dari kota atau daerah tersebut harus diupayakan maksimal,” kata Ahmad.

Mengacu informasi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, Jumat (10/4), Kabupaten Madiun memiliki tiga pasien positif Covid-19. Sekitar enam orang yang berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP), lalu 221 nama Orang Dalam Pemantauan (ODP). Untuk wilayah Jawa Timur jumlah total infeksi Covid-19 mencapai 256 pasien. Rinciannya pasien sembuh 24,61 persen, sedang dirawat 66,8 persen, lalu meninggal 8,59 persen.

Adapun jumlah PDP sekitar 1.333 orang. Komposisinya terdapat 66,7 persen nama dalam pengawasan, lalu 27,98 persen sudah selesai menjalani pengawasan. Adapun mereka yang meninggal dunia mencapai 5,25 persen. Untuk status ODP jumlahnya sekitar 13.341 orang. Dari angka itu, sebanyak 60,99 persen sedang dipantau, lalu 38,89 persen dinyakan selesai. Jumlah ODP yang meninggal mencapai 0,12 persen.

“Kami sedikit beruntung karena seluruh aparat sangat responsif. Mereka mencatat dan melaporkan tiap nama yang masuk ke wilayahnya masing-masing. Mengacu besarnya pergerakan manusia, khususnya yang masuk di Madiun ini, koordinasi lintas institusi semakin intensif dilakukan,” kata Ahmad.

Guna menekan sebaran Covid-19 secara langsung, Madiun menerapkan regulasi karantina mandiri 14 hari bagi pendatang. Setiap desa dan kecamatan sudah memiliki fasilitas khusus untuk menerapkan aturan karantina mandiri. Tindakan tegas akan diberikan kepada para individu yang melanggar aturan karantina mandiri 14 hari tersebut.

“Secara khusus, kami meminta mereka tetap bertahan di tempat perantauannya masing-masing. Jangan melakukan perjalanan. Tetap bertahan di rumah. Bagi mereka yang tetap memilih kembali ke Madiun, maka harus menjalani karantina mandiri terlebih dahulu. Kalau melanggar, maka sanksi tegas akan diberikan aparat,” ujar Ahmad lagi.

Sama seperti di Madiun, sikap siaga juga ditunjukan Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Mereka bahkan menjaga tujuh pintu masuk selama 24 jam non stop. Pos pantau pergerakan orang ini berada di Babadan, Sawoo, Sukorejo, Mlilir, Slahung, Sampang, dan Badegan. Hanya saja, Ponorogo dihadapkan kepada masalah pelik. Para pendatang memiliki treatment khusus untuk mengelabui pemeriksaan petugas.

“Ponorogo terus membatasi sebaran Covid-19. Tapi, pergerakan arus masuk orang-orang masih terjadi. Kami sudah siapkan tujuh pos untuk mengawasi mereka. Tapi, ada beberapa orang yang berbohong. Dia datang dari Jakarta dengan bus dan turun di Wonogiri, lalu masuk ke sini dengan motor. Mereka tidak bawa barang dan mengaku dari wilayah lain di sekitar sini,” kata Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni.

Berdasarkan data http://infocovid19.jatimprov.go.id/ juga, Ponorogo memiliki enam pasien positif Covid-19. Ada juga 17 nama dalam status PDP, lalu 317 jiwa ODP. “Proteksi diberikan untuk wilayah Ponorogo dari Covid-19. Sebarannya harus dihentikan secepatnya. Potensi pemicunya terus dibatasi. Kami juga berharap pemerintah pusat lebih ketat menjalankan aturan larangan pergerakan orang,” ujar Ipong.

Selain Jawa Timur, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sementara waktu melarang warganya kembali dari perantauan. Sebab, banyak warga Tapanuli Tengah merantau di Jakarta, Medan, dan kota besar lain. Apalagi, gejala Covid-19 sudah muncul di Tapanuli Tengah. Perantaranya salah seorang warganya yang baru kembali dari Malaysia dan menjalani sepekan karantina mandiri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement