Sabtu 11 Apr 2020 00:47 WIB

Polisi Kongo Dinilai Berlebihan Tindak Pelanggar Karantina

Polisi Kongo memukuli sopir taksi yang dianggap melanggar aturan karantina.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Polisi di Kongo.
Foto: AP Photo/John Bompengo
Polisi di Kongo.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Beberapa hari setelah pemerintah Kongo memberlakukan pembatasan gerak untuk menahan laju penyebaran virus corona, sebuah video yang tersebar di media sosial menunjukkan polisi memukuli sopir taksi yang melanggar peraturan satu penumpang.

Sopir itu sudah memohon kepada petugas polisi saat mereka menyuruhnya berbaring di pinggir jalan. Tapi polisi itu tetap memukuli betis sopir taksi tersebut hingga ia kesakitan.

Baca Juga

Kepala polisi Kinshasa Sylvano Kasongo, menyerahkan video yang bertanggal 26 Maret itu kepada kantor berita Reuters. Ia mengatakan ingin mendorong petugas lain mematuhi peraturan, pasukan keamanan menghargai hak asasi manusia.

Sopir taksi di dalam video itu belum dapat dihubungi. Masyarakat Demokratik Kongo marah dengan perlakukan polisi dalam video tersebut. Kepala serikat supir taksi Kongo Jean Mutombo mengatakan anggota organisasinya ingin mencari nafkah di masa sulit.

"Kami meminta super untuk menghormat yang diambil oleh pemerintah demi menghentikan penyebaran virus corona, tapi di saat yang sama, kami mengecam aksi kekerasan yang dilakukan polisi," kata Mutombo, Jumat (10/4).

Setelah banyak pemerintah yang memberlakukan karantina wilayah, jam malam dan pembatasan lain untuk menahan penyebaran virus corona, semakin banyak laporan tentang brutalitas polisi di negara-negara Afrika. Namun, bila masyarakat tidak mematuhi peraturan untuk tetap tinggal di rumah, maka pemerintah negara-negara itu akan kewalahan menghadapi pandemi virus corona karena sistem kesehatan mereka yang rapuh.

"Kami harus sangat berhati-hati dengan cara pemerintah mengimplementasikan langkah ini, orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran ini harus di sanksi," kata kata Direktur Regional Afrika Tengah dan Barat Amnesty International Samira Daoud

Menurut Daoud, pemerintah harus memberikan pesan yang jelas kepada pasukan keamanan demi memastikan mereka menghargai hak asasi manusia. Pada hari pertama jam malam diberlakukan di Senegal terjadi bentrokan antara masyarakat dan polisi. Dalam sebuah video yang tersebar di internet terlihat polisi mengayunkan tongkat ke arah massa, padahal sebelumnya jarang ada laporan bentrokan antara polisi dan masyarakat di Senegal.

Rekaman video tersebut belum berhasil diverifikasi. Tapi dalam pernyataanya polisi Senegal meminta maaf atas 'intervensi berlebihan' dan berjanji menghukum petugas yang terlibat dalam insiden tersebut.  

Di permukiman padat penduduk, sulit untuk meminta masyarakat mematuhi peraturan yang mengharuskan mereka menjaga jarak satu sama lain. Hal itu kerap memicu bentrokan.

Pada 2 April lalu di sebuah desa Lorokwo Barat, Uganda, polisi bergerak membubarkan warga. Mereka mendobrak pintu dan menarik orang-orang yang sedang berkumpul di sebuah rumah. Dalam pernyataannya polisi mengatakan peristiwa itu melukai 30 perempuan dan beberapa laki-laki.

Polisi Uganda mengecam perlakuan para petugas dan menyebut berlebihan. Mereka mengatakan karena insiden itu 10 petugas polisi dan enam anggota militer telah ditangkap.

Polisi-polisi di Afrika Selatan juga menegakkan peraturan karantina wilayah dengan sangat keras. Pekan lalu seorang petugas polisi dan pasukan keamanan ditangkap setelah ada seorang laki-laki tewas ditembak saat sedang minum di sebuah warung.

Juru bicara Direktorat Investigatif Independen Polisi Uganda, Sontaga Seisa mengatakan tidak ada dakwaan yang dijatuhkan kepada petugas polisi tersebut. Tapi pasukan keamanan didakwa pasal pembunuhan. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement