REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam catatan sejarah, para utusan Allah SWT juga menyandang profesi tertentu. Sebagai contoh, Nabi Daud merupakan seorang pengrajin keranjang yang terbuat dari batang pohon kurma. Nabi Idris adalah seorang penjahit. Nabi Zakaria seorang tukang kayu. Sementara itu, Nabi Musa AS bekerja sebagai penggembala domba (bakal) ayah mertuanya.
Adapun Rasulullah Muhammad SAW pernah mencari nafkah dengan menggembalakan ternak milik orang lain. Begitu beranjak remaja dan dewasa, beliau kian mahir dalam berdagang. Bahkan, sebelum kenabiannya beliau dikenal sebagai seorang pedagang yang sukses dan tepercaya.
Nabi SAW mengajarkan kepada umatnya untuk tak memandang remeh suatu profesi. Suatu ketika, beliau sedang berjalan dengan beberapa sahabatnya. Kemudian, tampaklah seorang yang sedang membelah kayu bakar. Seorang sahabat menyayangkan, mengapa lelaki itu tak menggunakan daya kekuatannya untuk berperang di jalan Allah.
Maka, Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian berkata demikian. Sesungguhnya, bila ia bekerja untuk menghindarkan diri dari meminta-minta (mengemis), maka ia berarti dalam sabilillah. Dan jika ia bekerja untuk mencari nafkah serta mencukupi kedua orang tuanya atau keluarganya yang lemah, maka ia pun dalam sabilillah. Namun jika ia bekerja hanya untuk bermegah-megahan serta hanya untuk memperkaya dirinya, maka ia dalam sabilisy syaitan (jalan setan)."
Hadis di atas juga menunjukkan, nilai suatu profesi tak bisa dilihat pada jenis pekerjaannya, melainkan niat si pelakunya. Apakah ia tulus dalam mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarganya? Menghindarkan diri dari meminta-minta? Bahkan, Nabi SAW menegaskan, orang yang bekerja dengan niat demikian sedang berada dalam perjuangan di jalan Allah.
Alhasil, tak ada itu istilah "gengsi" dalam pekerjaan. Tak ada perbedaan nilai antara, sebut saja, pemulung dan pekerja kantoran. Keduanya sama-sama menjadi jalan mencari nafkah yang halal. Jangan sampai, hanya karena pertimbangan gengsi, seseorang lebih memilih menganggur atau mengemis daripada bekerja.
Menganggur dapat berakibat lebih buruk. Ingatlah pesan Rasulullah SAW, "Yang sangat menakutkanku atas umatku adalah banyak makan, lama tidur, serta malas. Pengangguran hanya akan menjadikan seorang manusia menjadi keras hati" (HR al-Syihaab).