Ahad 12 Apr 2020 12:44 WIB

Politikus PDIP Sebut DPR tak Peka Tetap Bahas Omnibus Law

Politikus PDIP sebut DPR memanfaatkan situasi wabah Covid-19.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Perjuangan Ribka Tjiptaning
Foto: dpr
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Perjuangan Ribka Tjiptaning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning menyayangkan sikap DPR RI yang akan terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di tengah wabah virus corona yang semakin membesar. Bahkan, ia menyebut DPR tak peka dan memanfaatkan situasi wabah Covid-19. 

“Teman-teman saya di parlemen ini tidak peka terhadap masalah besar yang sedang dihadapi rakyat Indonesia. Mereka telah memanfaatkan situasi wabah virus corona untuk segera menggolkan RUU Cipta Kerja menjadi UU,” kata Ribka pada Sabtu (11/4).

Baca Juga

Ribka Tjiptaning yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Penanggulangan Bencana ini mengajak DPR RI lebih fokus terlibat dalam penanganan pandemi covid-19. Menurut dia, Parlemen harus fokus menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah yang sedang berjibaku mengatasi wabah virus yang mematikan itu. 

"Banyak hal yang masih belum optimal dikerjakan pemerintah dan perlu pengawasan parlemen,” tegasnya.

Ribka mengatakan, korban meninggal di lapangan tidak hanya karena terinfeksi covid-19. Namun, menurut dia, kerap kali pasien lain menjadi korban karena salah penanganan.

“Saya mendengar laporan dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) sudah ada dua anggotanya meninggal dunia. Hari ini satu lagi meninggal setelah delapan hari tidak dilayani cuci darah karena dinyatakan PDP (Pasien Dalam Pengawasan). Alasannya nunggu hasil pemeriksaan apakah positif atau negatif dari covid-19. Tapi, faktanya rumah sakit tidak mempunyai fasilitas hemodialisa di ruang isolasi,” kecamnya.

Ribka mendesak Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk segera melengkapi semua rumah sakit rujukan dengan fasilitas hemodialisa di ruang isolasi, seperti protokol yang telah dikeluarkan Perhimpunan Nefrologi Indonesaia (PENEFRI).

“Kalau protokol ini tidak dijalankan akan banyak lagi pasien gagal ginjal meninggal dunia karena dinyatakan PDP. Dua pasien gagal ginjal yang meninggal itu hasil tes swabnya ternyata negatif. Mereka meninggal bukan karena terinfeksi virus corona, tetapi tidak mendapat pelayanan cuci darah karena dikategorikan ODP, PDP dan suspect covid-19,” ujar Ribka menegaskan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement