REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR belum melakukan pembahasan terkait mekanisme pengisian jabatan kepala daerah lewat pelaksana tugas (plt). Sebab, DPR dan pemerintah baru menyepakati penundaan pilkada, tetapi belum menyepakati sampai kapan penundaan pilkada serentak itu dilakukan.
"Rata-rata akhir masa jabatan Kepala daerah yang pilkada 2020 pada bulan Februari 2021, kesepakatan antara DPR (komisi 2), pemerintah (mendagri) dan KPU, Bawaslu dan DKPP baru pada tahap penundaan, belum disepakati soal waktu," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kepada Republika, Ahad (12/4).
Selanjutnya, DPR akan menggelar rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) dan KPU untuk mendengar penjelasan KPU terkait simulasi teknis dan opsi-opsi waktunya. Politikus Partai Nasdem itu mengatakan opsi-opsi tersebut tentu dengan mencermati perkembangan pandemi covid-19.
"Tentu juga berpengaruh terhadap antisipasi utk pengisian jabatan kepala daerah lewat plt," ujarnya.
Saan berharap rapat kerja bisa digelar pada pekan ini. Saat ini, DPR dan Kemendagri tengah menyamakan waktu agar rapat kerja tersebut bisa digelar.
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menjelaskan terkait pengisian kekosongan oleh plt masih tergantung dari kesepakatan waktu penundaan yang diambil antara DPR dan pemerintah. Jika pemungutan suara pilkada serentak disepakati digelar pada Desember 2020 maka tidak perlu ada pelaksana tugas.
"Kalau pelaksanaan itu sebelum bulan Februari, apakah di bulan Desember berarti kan tidak ada kekosongan. Artinya pejabat bupati wali kota dan gubernur yang sedang melaksanakan tugas itu tidak perlu di plt kan," tuturnya kepada Republika, Ahad (12/4).
Kendati demikian, ia menilai, peluang sekretaris daerah (sekda) menjadi pelaksana tugas (plt) kepala daerah lebih terbuka ketimbang diisi oleh pejabat eselon 1 dari Kemendagri untuk tingkat gubernur, dan pejabat eselon 2 dari gubernur untuk tingkat bupati dan wali kota.
"Karena dia yang bertugas di daerah yang bersangkutan, dia tahu persis kondisi pemerintahan yang ada di tempatnya, tentu dia lebih memahami," ujar Guspardi.
Kendati demikian, ia mengatakan, hal tersebut bukanlah satu-satunya variabel dalam menentukan seseorang menjadi plt. Menurutnya ada pertimbangan lain kemendagri atau gubernur menunjuk plt, seperti integritas, kompetensi, dan kemampuan seseorang dalam mengelola pemerintahan.
"Hitung-hitungan itu tentu juga bagian dari pada referensi dalam menetapkan itu. Karena misalnya contoh di Sumbar, kan ada 19 kabupaten kota, yang akan melaksanakan pilkada itu ada 13, tentu nggak mungkin dari kantor gubernur semuanya, tentu orang-orang yang memahami kepemerintahan," ujarnya.