REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Tingkat kematian yang tinggi akibat virus corona di Inggris telah mengubah pola penguburan bagi umat Muslim. Skala nyawa yang meninggal akibat virus corona itu dapat dilihat di sebuah pemakaman di London Selatan.
Di Eternal Gardens, pemakaman yang melayani komunitas Muslim di London, terjadi perubahan. Karena tingginya angka kematian itulah, pemakaman ini memperkenalkan pola penguburan shaf. Metode ini menempatkan jenazah dalam barisan yang dinamai dari kata Arab yang berarti 'baris'.
Ini pertama kalinya Muslim Inggris melakukan penguburan 10 orang sekaligus dalam urutan yang berdekatan. Sebanyak 10 jenazah tersebut dikuburkan dalam satu bidang tanah kubur dan dalam ruang individual. Pemakaman metode ini berbeda dengan pemakaman massal.
Kepala eksekutif di pemakaman Green Acre, Richard Gomersall, mengatakan, penguburan dengan metode ini dilakukan atas permintaan dan kebutuhan komunitas Muslim yang mendatangi mereka. Menurut dia, warga Muslim mengatakan mereka harus mampu mempercepat waktu saat mereka dapat mengubur orang-orang yang mereka cintai.
"Saat ini mereka harus menunggu satu pekan hingga dua pekan. Dalam tradisi Islam, itu terlalu lama," kata Gomersall, dilansir di Sky News, Senin (13/4).
Muslim dan Yahudi bergegas dalam upacara pemakaman. Mereka meyakini mempercepat penguburan itu berarti mempercepat penghantaran jiwa ke surga.
Eternal Gardens menyiapkan dua kuburan. Setiap kuburan memiliki panjang 10 meter dan lebar dua meter. Kuburan itu dapat menyediakan pemakaman untuk total 40 orang.
Gomersall mengatakan, sebelum virus corona merebak, Eternal Gardens mungkin akan melakukan sekitar lima penguburan dalam sepekan. Namun, saat ini penguburan meningkat menjadi 30 dalam sepekan.
"Dengan memperkenalkan kuburan shaf, kita akan dapat melakukan hingga 50 penguburan dalam sepekan. Saat ini, kami mengantisipasi hal itu akan berlangsung selama beberapa pekan mendatang," ujar Gomersall.
Pada Jumat (10/4) lalu, sebanyak 10 orang dimakamkan dalam satu barisan dengan pemisah dari kayu di antara tiap-tiap tubuh untuk membuat ruang-ruang terpisah di dalam kubur. Imam London Suleiman Ghani membacakan doa saat dilakukan penguburan semua orang yang meninggal sebelum jenazah diturunkan ke liang lahat.
Ia mengatakan, metode penguburan ini bukan kuburan massal. Menurut dia, ini hanya untuk menampung dan memastikan dalam dua hari mereka dapat menggali kuburan ini. Pasalnya, jika menggali 10 kuburan individu, hal itu bisa membutuhkan waktu lebih dari sepekan.
"Karena jumlah besar dari mereka yang perlu dikubur, metode itu lebih memudahkan bagi rumah sakit karena mereka tidak memiliki kapasitas untuk tubuh jenazah ini dan itu sangat penting bagi umat Islam. Harus ada penguburan. Tidak ada kremasi yang diizinkan dalam Islam," kata Ghani.
Setidaknya, tercatat lebih dari 2.000 orang yang meninggal akibat virus corona di rumah sakit London. Salah satu korban meninggal akibat penyakit itu adalah seorang pria berusia 33 tahun asal London Selatan.
Bibi orang tersebut, Shaista, menggambarkan hari penguburan begitu panjang. Ia mengatakan, keponakannya itu merupakan sosok yang lembut, perhatian, penuh kasih, rendah hati. Menurut dia, keponakannya merupakan seorang Muslim yang taat.
Pembatasan sosial yang diterapkan di sana membuat keluarga Akhtar tidak hadir secara langsung sehingga, mereka menyusun karangan bunga untuk menemaninya dalam perjalanan terakhirnya menuju pemakaman. Sementara itu, saudara laki-laki orang itu, Nasser, ikut mengantar hingga ke gerbang pemakaman.
Nasser begitu terpukul dengan kepergian saudaranya akibat terinfeksi virus corona. Ia mengungkapkan, terakhir kali ia melihat kakaknya tiga pekan lalu. Selanjutnya, kakaknya itu dibawa dengan ambulans. Itulah terakhir kali ia melihatnya.
"Saya pergi keluar dan yang paling bisa saya lakukan adalah duduk di sana (gerbang pemakaman), menunggu lima menit, tidak melakukan apa-apa dan pulang saja," ujar Nasser.