REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) kini berada pada tingkat pertama di dunia dalam jumlah kasus dan kematian dari virus corona baru yang menyebabkan Covid-19. Setidaknya sudah 22.108 orang meninggal dunia karena virus, dan 557.571 orang terinfeksi positif kasus corona di seluruh negara bagian AS.
Warga AS diprediksi akan terus menjadi korban pandemi corona dalam jumlah yang besar sampai negara bisa mengatasinya. Presiden AS Donald Trump dinilai gagal. AS bahkan masih kekurangan rencana dasar untuk mengendalikan penyebaran virus hingga memulai kembali ekonomiya.
Skala kegagalan pemerintahan Trump dapat dilihat dari perbandingannya dengan negara-negara di Asia. AS kini memiliki sekitar 62 kematian per 1 juta orang. Sementara itu, menurut data University Johns Hopkins and Medicine, Hong Kong, Jepang, dan Taiwan hanya memiliki kurang dari satu kematian per 1 juta.
China, Korea Selatan (Korsel), dan Singapura masing-masing memiliki di bawah lima kematian per 1 juta. India pun memberlakukan tindakan tegas dengan mengkarantina secara nasional selama tiga pekan ketika hanya masih 10 kematian terdeteksi. Hingga kini, India hanya melaporkan 289 kematian, atau 0,2 kasus per 1 juta, dan rumah sakit di India tidak kewalahan dengan pasien seperti layaknya di AS.
Trump dinilai gagal untuk mempersiapkan kemungkinan pandemi meluas bahkan setelah banyak korban bergelimpangan. Dia mengabaikan tanda-tanda peringatan darurat.
Dia terus memperjelas risiko tinggi berulang seakan semuanya sudah terkendali. Namun demikian, Trump tak sendiri, negara-negara Eropa juga dinilai gagal dengan angka kematian dan kasus infeksi yang juga mencengangkan di mata dunia.
Trump dinilai gagal menempatkan ahli kesehatan dalam memimpin pandemi. Dia mengabaikan dasar-dasar kesehatan masyarakat dan sepertinya memandang pandemi ini dalam hal politik dan pemilihan daripada kesehatan masyarakat. Lagi-lagi, seperti biasa, Trump menyalahkan orang lain atas kegagaalannya sendiri.
Pencegahan awal adalah kunci dari kegagalan pemerintah AS menanggulangi pandemi yang terus merenggut nyawa rakyanya. Sejak virus terdeteksi Desember di kota Wuhan, Taiwan misalnya sudah mulai mengambil tindakan pencegahan pada 31 Desember 2019.
Badan-badan intelijen AS menulis surat kepada Trump di awal Januari tentang potensi virus corona. Direktur Pusat Pengendalian Penyakit Cina juga secara pribadi memanggil direktur Pusat Pengendalian Penyakit AS pada 3 Januari. Penasihat Gedung Putih Trump Peter Navarro menulis memo mendesak pada 28 Januari memperingatkan tentang kemungkinan potensi virus.
Pada saat Trump pertama kali berbicara di depan umum tentang virus corona baru, itu mungkin sudah terbilang terlambat. Diwawancarai di Davos, sebuah pertemuan elite global di Pegunungan Alpen Swiss, pada 22 Januari, presiden mengecilkan ancaman yang ditimbulkan oleh virus yang menyerang pernapasan dari China. Saat itu, virus baru saja mencapai pantai-pantai Amerika yang menyerang seorang pasien di negara bagian Washington.
"Kami benar-benar di bawah kendali," kata Trump pada CNBC. "Ini satu orang yang datang dari China, dan kami bisa mengendalikannya. Ini akan baik-baik saja," kata Trump kala itu.
Namun demikian, dalam 11 pekan sejak wawancara itu, virus corona telah mencapai setiap ruang di seluruh negara bagian AS. Pemerintah pun mengubah ulang aturan masyarakat, mengisolasi orang di rumah, menutup sekolah, menghancurkan ekonomi hingga membuat jutaan orang AS kehilangan pekerjaan.