Senin 13 Apr 2020 16:02 WIB

Pasien Balas Jasa kepada Para Petugas Medis di China

Seorang penyintas kanker mengirim makanan bagi petugas medis di China saat lockdown.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Pekerja medis menundukkan kepala mereka pada saat hari berkabung nasional untuk para korban virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Sabtu (4/4). China mengadakan hari berkabung nasional bagi orang-orang yang meninggal selama wabah virus corona dan COVID-19
Foto: Xinhua via AP/Cai Yang
Pekerja medis menundukkan kepala mereka pada saat hari berkabung nasional untuk para korban virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Sabtu (4/4). China mengadakan hari berkabung nasional bagi orang-orang yang meninggal selama wabah virus corona dan COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Li Yan didiagnosis menderita kanker getah bening pada 2003, ketika baru berusia 17 tahun. Dia sembuh dari penyakit dan menyimpan berjuta rasa terima kasih kepada para pekerja medis yang merawatnya selama pengobatan.

"Dokter dan perawat adalah orang-orang yang menyelamatkan saya dari kanker dan memberi saya kekuatan di saat-saat paling gelap. Saya perlu membalas budi," kata pengiriman makanan yang berbasis di Beijing ini, dikutip dari BBC.

Baca Juga

Ketika China mengumumkan lockdown, perusahaan pengiriman makanan menjadi tumpuan banyak orang untuk memenuhi kebutuhan makanan setiap hari. Mereka menerima pesanan karena warga harus berdiam diri di rumah untuk penyebaran virus corona.

Sebagai pengantar pengiriman untuk Meituan, salah satu perusahaan pengiriman makanan terbesar di China, Li melihat peluang untuk membayar kembali utangnya kepada para tenaga medis. Dia memberi makanan dan minuman saat petugas medis bekerja tanpa lelah merawat pasien di seluruh kota.

"Mengingat pengalaman masa lalu saya, saya merasa perlu melakukan sesuatu untuk mereka sebagai imbalan selama wabah virus," kata Li.

Beijing adalah kota dengan 21 juta penduduk dan Li melakukan pengiriman makanan meliputi distrik Tongzhou. Wilayah itu memiliki beberapa rumah sakit, salah satunya adalah rumah sakit yang ditunjuk untuk perawatan Covid-19.

"Banyak yang mungkin memiliki kekhawatiran untuk mengirim di rumah sakit, tetapi saya memilih untuk mengirimnya lebih sering. Saya hanya memikirkan penduduk setempat dan pekerja medis yang membutuhkan kita. Saya tidak bisa membiarkan mereka kelaparan. Ini bukan untuk uang," ujar Li.

Li mengaku memang memiliki kekhawatiran membawa makanan di tempat yang rawan, seperti rumah sakit. Namun, dia mengingat posisinya dulu saat berjuang melawan kanker. Selama dia melakukan tindakan pencegahan dengan mengikuti saran para pakar, maka dia merasa lebih aman.

"Saya telah belajar untuk bersikap tenang, melihat sisi baiknya dan selalu mencari kekuatan di waktu yang gelap," ujar Li.

Li pun menerima rutinitas baru sepanjang wabah berlangsung. Dia harus berhadapan dengan desinfektan dan pemeriksaan suhu sepanjang waktu, seperti sebelum memasuki pusat perbelanjaan, di restoran, dan kembali ke kompleks perumahan tempatnya tinggal.

"Saya juga membawa semprotan desinfektan, handuk di skuter dan menggunakan sarung tangan sekali pakai saat mengantarkan ke daerah dengan kasus yang dilaporkan dikonfirmasi," ujar Li.

Menjadi pengantar pengiriman makanan, Li merasa bahwa dia tidak hanya dapat memberikan kembali kepada komunitas medis, tetapi juga bagi kota yang rentan. "Saya pernah menerima pesanan yang datang dengan catatan yang mengatakan bahwa pelanggan adalah 82 tahun yang tinggal sendirian," ujarnya.

Dalam keterangan itu, Li mengetahui orang itu tidak bisa turun untuk mengambil makanan, sehingga dia perlu memasuki komunitas perumahan dan mengantarkan makanan ke depan pintu. "Saya harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan keamanan dan akhirnya diizinkan masuk. Pintunya terbuka ketika saya tiba, dan saya meletakkan semangkuk wonton (sejenis pangsit) di atas meja," katanya.

Sikap baik yang ditunjukkan Li dan rekan-rekan seprofesinya menyentuh hati warga. Pelanggan banyak memberikan ucapan terima kasih melalui catatan di aplikasi dan mereka tidak lupa memberi tahu untuk para pengirim makanan berhati-hati.

Li mengatakan restoran mulai dibuka kembali dan orang-orang mulai kembali bekerja di kantor sejak pertengahan Februari. Pesanan masih lebih rendah dari hari normal, tetapi cukup membaik.

"Saya merindukan Beijing yang sibuk yang dipenuhi lalu lintas, hari-hari ketika saya bisa mencium bau knalpot mobil ketika saya berhenti di persimpangan jalan," kata calon ayah yang istrinya sedang hamil tujuh bulan ini. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement