REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat orang tua dan anak berkumpul di rumah setiap hari. Kondisi itu bisa mengarah pada ketegangan, karena baik orang tua maupun anak mendapat tekanan akibat bekerja dan belajar dari rumah.
Kondisi demikian tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara yang menerapkan pembatasan sosial. Psikolog pendidikan dari Universitas Bristol Inggris, Dan O'Hare, membagikan lima cara berikut agar orang tua dan anak tetap tetap kompak di rumah.
Pahami penyebab stres
Menemukan gejala dan penyebab stres adalah setengah dari solusi mengatasinya. Pertama, orang dewasa perlu mengetahui terlebih dahulu pemicu stres yang mereka rasakan dan menemukan cara untuk tetap tenang, dengan musik, latihan pernapasan, atau relaksasi.
Selanjutnya, kenali stres pada anak yang bisa saja berbeda antara satu dengan yang lain. Ada anak yang sakit kepala saat stres, kehilangan nafsu makan, bahkan mengompol. Bantu anak memahami emosi mereka dan merasa nyaman saat mengutarakannya kepada orang tua.
Komunikasi terbuka
Anak-anak selalu membutuhkan orang tua untuk mendapatkan informasi dan keyakinan, terutama saat mereka menghadapi ketidakpastian. Percakapan rutin menjadi penting, bahkan jika orang tua tidak memiliki jawaban untuk semua pertanyaan anak.
Hal terpenting adalah memberikan validasi emosi terhadap anak. Orang dewasa tidak perlu ragu untuk ikut mengomunikasikan kekhawatiran atau mendiskusikan situasi terkini sesuai usia anak karena itu akan menjadi momen berbagi yang penting.
Buat rencana bersama
Anak akan sangat menghargai apabila orang tua melibatkan mereka menetapkan rutinitas atau rencana struktur aktivitas bersama. Selain efektif mendorong kemandirian anak, perencanaan dari kedua belah pihak akan membuat mereka tidak terpaksa melakoninya.
O'Hare mengatakan, rencana kegiatan sebaiknya bersifat berkelanjutan dan menyenangkan. Orang tua juga dianjurkan untuk lebih fleksibel sehingga aktivitas menjadi lebih bebas mengalir namun tetap dengan bimbingan dan pendampingan.
Bersenang-senang
Menurut O'Hare, orang tua yang menerapkan jadwal kegiatan belajar anak di sekolah secara penuh, sangat tidak realistis. Alih-alih tekanan dari kegiatan akademik selama enam jam atau lebih sehari, akan lebih baik menggagas cara belajar yang menyenangkan.
Membangun hubungan, menikmati kegiatan bersama, dan kesejahteraan psikologis anak jauh lebih penting daripada nilai. Dia merekomendasikan untuk beralih pada kegiatan kreatif nongawai seperti kesenian dan membuat kerajinan.
Berpikir kreatif
Selama belajar dari rumah, bukan berarti gawai harus sepenuhnya dihindari. Teknologi juga sangat dibutuhkan, salah satunya supaya anak masih bisa berhubungan dengan teman-teman sekolahnya via layanan perpesanan atau panggilan video.
Ada pula sejumlah kelas dan latihan daring yang bermanfaat untuk anak maupun orang dewasa. Orang tua bisa membuat kesepakatan dengan anak terkait batasan waktu mengakses gawai setiap harinya, dikutip dari laman News Medical, Senin (13/4).